A. Pengertian Civil Society
Civil Society adalah sebuah konsep dalam bentuk masyarakat yang sering di perbincangkan hingga saat ini. Makna dan arti dari civil society sendiri bermacam-macam dan bervariasi. Civil society dalam bahasa Indonesia mengandung banyak istilah dimana istilah yang satu dengan lainnya hampir sama. Istilah-istilah tersebut dicetuskan oleh orang-orang yang berbeda seperti Masyarakat Sipil.[15]
Sedangkan dalam bahasa asing, civil society disebutkan ke dalam beberapa istilah seperti Koinonia Politike (Aristoteles), Societas Civilis (Cicero), Comonitas Politica, dan Societe Civile (Tocquivile), Civitas Etat (Adam Ferguson).
Konsep civil society ini merupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Konsep masyarakat madani atau civil society ini merupakan bangunan yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat.[16]
Masyarakat Sipil merupakan terjemahan dari istilah Inggris Civil Society yang mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam Ferguson merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civil society), yang kemudian diterjemahkan sebagai Masyarakat Madani[17]
Makna lain bagi istilah civil society yaitu adanya penekanan pada ruang (space) yang dimana individu dan kelompok masyarakat saling berinteraksi dalam semangat toleransi di suatu wilayah atau negara. Di dalam ruang tersebut masyarakat berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik. Selain itu ada juga yang memahami civil society sebagai sebuah asosiasi masyarakat yang beradab dan sukarela hidup dalam suatu tatanan sosial dimana terjadi mobilitas yang tinggi dan kerja sama antar seluruh elemen masyarakat.[18]
Civil society yang identik dengan state (negara). Selain Cicero dan Aristoteles, Thomas Hobbes dan John Locke juga memahaminya sebagai tahapan lebih lanjut dari evolusi natural society, yang pada dasarnya sama juga dengan negara. Menurut Hobbes, civil society harus memiliki kekuasaan absolut agar mampu meredam konflik dalam masyarakat dan dapat sepenuhnya mengontrol pola interaksi warga negara. Sedang menurut Locke, kemunculan civil society ditujukan untuk melindungi kebebasan dan hak milik warga negara. Karenanya, civil society tidak boleh absolut, dan harus dibatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat, serta memberi ruang yang wajar bagi negara untuk memperoleh haknya secara wajar pula. Adam Ferguson memaknai civil society sebagai visi etis dalam kehidupan bermasyarakat untuk memelihara tanggung jawab sosial yang bercirikan solidaritas sosial dan yang terilhami oleh sentimen moral serta sikap saling menyayangi antar warga secara alamiah. Lebih jelasnya, civil society dipahami sebagai kebalikan dari masyarakat primitif atau masyarakatbarbar.[19]
Pengertian civil society juga mengacu kepada kualitas civility, yang tanpa itu lingkungan hidup sosial akan hanya terdiri dari faksi-faksi, klik-klik, dan serikat-serikat rahasia yang saling menyerang. Civility mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial; juga kesediaan untuk menerima pandangan yang sangat penting bahwa tidak selalu ada jawaban yang benar atas suatu masalah. Dan penting sekali diperhatikan ada tidaknya civility itu dalam diri serikat-serikat yang ada, selain dalam hubungan antara berbagai serikat itu satu sama lain. Ironisnya, kelompok-kelompok yang memperjuangkan demokrasi dan nilai-nilai terpuji lainnya kerap tidak mencerminkan nilai-nilai itu dalam diri kalangan mereka sendiri ataupun pribadi para tokohnya. Celakanya, civility adalah suatu mutu yang banyak hilang di negara- negara berkembang. Mungkin suatu Negara menjunjung tinggi kehidupan keserikatan (associational life) yang aktif, tapi cukup sering di negara itu civil society dirongrong oleh kurangnya toleransi politik dan terkekang oleh peraturan pemerintah yang sewenang-wenang. Tidak adanya civility menimbulkan sikap ragu tentang prospek jangka pendek demokrasi dalam suatu negara. Tetapi jika seni berserikat dapat dimengerti dengan baik, maka peningkatan civil society akan menjadi bermakna lebih dari pada sekadar menciptakan dasar-dasar demokrasi. Ia sendiri menjadi milieu bagi kehidupan sosial yang sehat.[20]
B. Bagaimana Peran Ummat Islam Dalam Mewujudkan Civil Society
Civil society adalah suatu cita- cita ideal terciptanya bentuk kemitraan yang luwes, dengan batasan dan tanggung jawab yang berbeda antara negara dan masyarakat yang bersangkutan dalam mewujudkan tatanan sosial-politik yang demokratis dan sistem ekonomi yang adil. Hubungan masyarakat madani dan negara harus dibangun dalam kesalingpahaman, yakni keseimbangan antara negara di satu sisi dan kemandirian masyarakat yang lain Meskipun secara tegas diisyaratkan bahwa masyarakat madani merupakan warisan dan konstruksi social masyarakat Barat. Akan tetapi yang menjadi titik di sini adalah bukan permasalahan warisan dari Barat akan tetapi nilai di dalamnya jika diterapkan di Indonesia.[21]
Civil society tidaklah menumbangkan pemerintahan, yang pemerintahan itu, jika dilanda korupsi merajalela dalam kalangannya sendiri dan kehilangan pijakan legitimasinya, biasanya tumbang dari dalam. Civil society lebih merupakan penerima manfaat (beneficiary) ketimbang sebuah kekuatan penghancur. Lebih dari itu, civil society sering diidealisasikan sebagai suatu kebaikan sempurna. Sama halnya dengan semua gejala sosial, civil society dapat, dan sering, punya sisi-sisi buruk. Sikap mementingkan diri sendiri, prasangka dan kebencian tidak jarang berjalan seiring dengan altruisme, sikap adil adil dan santun. Kiprah civil society yang bebas tak terkekang bukanlah suatu gagasan yang harus disambut hangat, melainkan pikiran yang sungguh mengerikan. Jika yang ditekankan hanyalah kebebasan tanpa menganggap serius masalah tanggung jawab, maka yang dihasilkan ialah kekacauan. Ironisnya, kebebasan tanpa tanggung jawab itu akan segera hilang atau dirampas oleh penguasa atas nama keperluan mengatasi kekacauan.[22]
Dalam hal memaknai civil society, Cak Nur berpijak pada masyarakat Madinah yang sejak itu masih dalam naungan Nabi Muhammad. Di sisi lain, masyarakat Madinah (civil society) adalah masyarakat dengan sistem sosial yang beradab, didasarkan kepada prinsip ketuhanan dan moral, yang menjamin keseimbangan antara kebebasan per- orangan dengan kestabilan masyarakat. Memiliki kesadaran pluralitas yang tinggi, menghargai ilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ini semua telah dicontohkan Rasulullah pada saat itu, berpijak pada firman Allah (QS. ‘Ali ‘Imran: 159) tentang kepribadian Rasulullah yang penuh pengertian dan toleransi serta lapang dada. Ayat tersebut juga digunakan oleh Cak Nur sebagai landasan pelaksanaan musyawarah, dimana musyawarah dapat dilakukan oleh siapapun.[23]
Ajaran-ajaran yang dapat di ambil dari masyarakat Madinah saat itu diantaranya, pertama, egaliterianis yang memandang nilai dan kemanusiaan yang sama. Kedua, pemberian penghargaan kepada seseorang atas dasar prestasinya
bukan prestisenya. Ketiga, adanya transparansi bagi seluruh anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengupayakan yang terbaik bagi kehidupannya secara individu dan bermasyarakat. Keempat, menentukan kepemimpinan melalui pilihan yang demokratis.[24]
Realita di zaman sekarang, berbagai krisis menghampiri kehidupan manusia, mulai dari krisis sosial, krisis struktural, hingga krisis spiritualitas, dan semuanya berkumpul pada persoalan yang lebih mendasar, yaitu makna hidup bagi manusia. Modernitas memberi segenap kemajuan teknologi dan meningkatnya industrialisasi sampai menjadikan manusia kehilangan orientasi. Manusia pun perlahan harus mengatur dimensi-dimensi wujudnya dalam berbagai arah sedemikian rupa supaya memungkinkan ia memenuhi semua tuntutan material dan spiritualnya, dan hidup secara pantas dengan mendasarkan hidupnya pada suatu rencana yang dibangun secara tepat dan akurat.[25]
Mengenai konsep manusia, Cak Nur mengambil surat al-Alaq: 6-7. Menurutnya ayat ini menunjukkan bahwa manusia adalah ia yang berada dalam masyarakat sebagai makhluk sosial (zoom politicon, al-insan madaniyyun). Sehingga tidak mungkin hidup dalam isolasi. Pada penafsiran ini, ia kembali menggunakan konteks negeri Madinah dalam memperlihatkan sebab turun (Asbabun Nuzul) makro mengenai kesatuan umat dalam satu panji Islam. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang suci dan baik, karena manusia dilengkapi dengan kemampuan dan bakat alami untuk mengenali sendiri mana yang baik dan mana yang buruk.maka dengan fitrah itu manusia menjadi agama yang hanif, yaitu secara alami cenderung dan memihak kepada yang benar, yang baik, dan yang suci. Jadi dengan adanya fitrah yang dalam diri manusia diwakili oleh hati nurani, setiap manusia memiliki potensin untuk benar dan baik.[26]
Mengingat gejolak yang ditimbulkan dari suasana perubahan di masyarakat modern adalah penting untuk dipikirkan. Di mana selalu ada masalah-masalah baru dan penanganannya tidak bisa tidak menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini. Karenanya mengikuti perkembangan global dengan cara tidak peduli terhadap proses yang berjalan maju hanya akan mengantarkan umat Islam ke dalam jurang keterpurukan dan menjadi budak di era perbudakan modern.Untuk itu, ajaran Iislam untuk zaman modern tidak hanya terletak pada syariatnya, tetapi juga padawatak dasar untuk Islam itu sendiri.[27]
Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman, maka umat Islam harus berperan aktif dalam mewujudkan Masyarakat Madani Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(Q.S.Ali Imron:110). Oleh karena itu maka Umat Islam harus menunjukan perannya dalam mewujudkan Masyarakat Madani yaitu antara lain;
1. Melakukan pembenahan kedalam tubuh umat Islam untuk menghapus kemiskinan.
2. Menciptakan keadilan sosial dan demokrasi.
3. Merangsang tumbuhnya para intelektual.
4. Mewujudkan tata sosial politik yang demokratis dan sistem ekonomi yang adil.
5. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan rakyat.
6. Sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdayamembela hak hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh, TKI, TKW yang digaji atau di PHK secara sepihak, di siksa bahkan di bunuh oleh majikannya dan lain lain).
8. Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group) dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia berusaha untuk mewujudkan Masyarakat Madani yang pada dasarnyaa dalah masyarakat sipil yang demokratis dan agamis/religius. Dalam kaitannya pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia, maka warga negara Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas, demokratis, dan religius dengan bercirikan imtaq, kritis argumentatif, dan kreatif, berfikir dan berper asaan secara jernih sesuai dengan aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara jujur adil, menyikapi mass media secara kritis dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi, memiliki wawasan yang luas, memiliki semangat toleransi mengerti cita-cita nasional bangsa Indonesia yang demokratis, aman, adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.[28]
Tags:
Politik Islam