KONSEP NEGARA HUKUM INDONESIA DAN KONSEP CITA HUKUM INDONESIA

A. Konsep Negara Hukum Indonesia Sudah lama bangsa Indonesia mengupayakan pembangunan hukum nasional sendiri menggantikan hukum peninggalan Belanda. Disebutkan dalam pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga UUD NRI 1945 bahwa „Negara Indonesia adalah Negara Hukum‟. Indonesia merupakan negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machtstaat), dan pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Hakikat negara hukum didasarkan pada konsep teori Kedaulatan Negara (Soeverignty) yang pada prinsipnya menyatakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum. Seluruh alat perlengkapan negara apa pun namanya, termasuk warga negara harus tunduk dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali.4 Konsep pemikiran negara hukum seperti ini sebenarnya dapat dilihat dari awal munculnya teori Negara Hukum yang dimulai sejak abad XIX hingga abad XX. 5 Menurut Krabbe sebagaimana dikutip oleh Usep Ranawijaya disebutkan, bahwa negara sebagai pencipta dan penegak hukum dalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam arti ini hukum membawahkan negara. Berdasarkan pengertian tersebut, hukum bersumber dari kesadaran hukum rakyat, maka hukum mempunyai wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang (impersonal).6 4B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan & Hak Asasi Manusia, Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi di Indonesia (Cet. I; Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2003), h. 12. 5Krisna Harahap, HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia (Bandung: Grafitri Budi Utami, 2003), h. 22. 6Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara: Dasar-dasarnya (Jakarta: Ghalia, 1983), h. 181. Hukum menjadi salah satu unsur penting dalam kehidupan bernegara sebagaimana dikemukakan Sri Soemantri Martosoewignyo, bahwa negara yang dikategorikan sebagai negara hukum harus mempunyai unsur sebagai berikut:7 1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan; 2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); 3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; dan 4. Adaya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechtterlijke controle). Istilah negara hukum di Indonesia sering disebut dengan rechtstaat atau the rule of law. Paham rechtstaats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental dan walaupun dalam UUD 1945 istilah negara hukum disebut rechtstaat, tetapi secara normatif harus dibedakan dengan paham negara hukum dalam sistem hukum Eropa Kontinental ataupun konsep the rule of law dalam sistem hukum Anglo Saxon. Konsep negara hukum (rechtstaat) di Indonesia harus sesuai dengan nilai- nilai yang tercermin dalam Pancasila. Pemahaman utuh terhadap konsep Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dapat dilihat dari proses dan latar belakang lahirnya rumusan Pembukaan UUD 1945 yang merupakan pernyataan kehendak lahirnya negara Indonesia, serta sebagai dasar filosofis dan tujuan negara. Negara hukum Indonesia yang dapat juga diistilahkan sebagai negara hukum Pancasila memiliki latar belakang kelahiran yang berbeda dengan konsep negara hukum yang dikenal di barat, walaupun Negara hukum sebagai genus begrip yang tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 terinspirasi dari konsep negara hukum yang dikenal di barat dan jika membaca dan memahami yang dibayangkan Soepomo ketika 7R. Sri Soemantri Martosoewignyo, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia (Bandung: Alumni, 1992), h. 2 menulis Penjelasan UUD 1945 jelas merujuk pada konsep rechtstaat, karena negara hukum dipahami sebagai konsep barat.8 Terinspirasi dari konsep negara hukum barat dalam hal ini rechtstaat, maka UUD 1945 menghendaki elemen-elemen rechtstaat maupun rule of law menjadi bagian dari prinsip-prinsip negara hukum Indonesia.9 Negara hukum itu bukan suatu jenis dan watak negara yang datang dengan sendirinya. Realisasi negara hukum harus diperjuangkan, sebab walaupun ditetapkan dengan peraturan negara, bahwa harus diakui supremasi yang mutlak dari hukum, aspek materil dan formil-organisatoris, aspek imperatif atau normatif dan segi operatif, semua ini tidak menjamin perwujudan negara hukum jika tidak didukung oleh jiwa negara hukum dari pejabat hukum serta pemerintah dan warga negara serta rakyat. Jiwa negara itu sendiri merupakan sikap, rasa tanggung jawab, daya kekuatan dari manusia sebagai warga negara dan dalam golongan, yang memberi arah dan disiplin pemikiran serta perbuatan untuk mewujudkan negara hukum.10 Unsur-unsur negara hukum Indonesia merupakan nilai yang dipetik dari seluruh proses lahirnya negara Indonesia, dasar falsafah serta cita hukum negara Indonesia. Oleh sebab itu, kedudukan Pembukaan UUD 1945 yang juga memuat rumusan Pancasila, menjadi sumber hukum tertinggi bagi negara hukum Indonesia. Pembukaan UUD 1945 merupakan nilai abstraksi tertinggi dan nilai yang terkandung dalam pembukaan merupakan kaedah penuntun penyusunan pasal-pasal dalam UUD 8Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif (Jakarta: Penerbit Buku Kompas), 2006, h. 48. 9 Tengku Erwinsyahbana, “Sistem Hukum Perkawinan pada Negara Hukum Berdasarkan Pancasila” (Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 2, Pekanbaru: Fakultas Hukum Universitas Riau, 2012), h. 173 10O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum bagi Pembaharuan Negara dan Wibawa Hukum bagi Pembaharuan Masyarakat di Indonesia (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1967), h. 1945 agar tidak menyimpang dari nilai-nilai yang menjadi dasar falsafah dan cita negara. Pemegang kekuasaan negara dalam menjalankan kekuasaannya tentu harus berpedoman pada nilai-nilai yang menjadi dasar falsafah dan cita negara Indonesia, yang sekaligus merupakan moral ketatanegaraan. Hal ini didasarkan pada pendapat A.V. Dicey sebagaimana yang dikutip Bagir Manan, dikatakan bahwa ketentuan ketatanegaraan, terdiri dari dua macam ketentuan, yaitu:11 1. ketentuan-ketentuan (rules) yang digolongkan sebagai kaidah-kaidah hukum (law), yaitu kaidah-kaidah hukum tata negara (the law of the constitution). Termasuk kaidah-kaidah hukum tata negara adalah semua ketentuan yang penataannya dapat dipaksakan oleh (melalui) pengadilan; dan 2. ketentuan-ketentuan yang tidak termasuk sebagai kaidah hukum, yaitu konvensi ketatanegaraan atau akhlak (moral) ketatanegaraan (convention of the constitutional atau constitutional morality). Bagir Manan lebih lanjut menjelaskan bahwa walaupun konvensi ketatanegaraan mengatur tentang cara-cara pemegang kekuasaan negara menjalankan kekuasaan, tetapi tidak tergolong sebagai kaidah hukum, karena penataan terhadap konvensi ketatanegaraan tidak dipaksakan oleh (melalui) pengadilan. Ketaatan terhadap konvensi ketatanegaraan semata-mata berdasarkan kesukarelaan atau karena dorongan etika atau akhlak. Oleh sebab itu, konvensi ketatanegaraan disebut juga etika ketatanegaraan, akhlak ketatanegaraan (constitutional ethich atau constitutional morality). 11Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan (Bandung: Armico, 1987), h. Susunan Pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal, dan kalau dilihat dari inti isinya, maka urutan-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam dan luas isinya. Setiap sila yang di belakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari sila yang di depannya, dan jika urutan masing-masing sila dianggap mempunyai maksud demikian, maka di antara lima sila ada hubungan yang mengikat satu kepada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat. Dalam susunan hirarkis dan piramidal ini, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari kemanusiaan (perikemanusian), persatuan Indonesia (kebangsaan), kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan Yang Maha Esa adalah yang berkemanusiaan, berpersatuan (berkebangsaan), berkerakyatan dan berkeadilan sosial, demikian seterusnya.12 Muhammad Tahir Azhary mengutip pendapat Oemar Seno Adji mengatakan bahwa negara Hukum Indonesia mempunyai ciri khas Indonesia, karena mempunyai pandangan hidup bernegara yaitu Pancasila. Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka Negara Hukum Indonesia dapat pula disebut Negara Hukum Pancasila. Salah satu ciri pokok dalam Negara Hukum Pancasila adalah adanya jaminan terhadap kebebasan beragama (freedom of religion).13 Muhammad Tahir Azhary selanjutnya mengatakan bahwa walaupun dalam Penjelasan UUD 1945 digunakan istilah rechtstaat, tetapi yang dianut oleh Negara Indonesia bukan konsep rechtstaat dan bukan pula konsep the rule of law, melainkan konsep Negara Hukum Pancasila yang mempunyai ciri-ciri: 12Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara (Cet. IV; Jakarta: Rineka Cipta, 1988), h. 31. 13Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 69. 1. Ada hubungan yang erat antara agama dan negara; 2. Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa; 3. Kebebasan beragama dalam arti positif; 4. Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang; 5. Asas kekeluargaan dan kerukunan. Dalam pendapat lain menurut Bernard Arief Sidharta, dikatakan bawah Negara Hukum Pancasila mempunyai ciri-ciri, yaitu:14 1. Negara Pancasila adalah negara hukum, yang di dalamnya semua penggunaan kekuasaan harus selalu ada landasan hukumnya dan dalam kerangka batas- batas yang ditetapkan oleh hukum, a fortiori untuk penggunaan kekuasaan publik. Jadi, pemerintahan yang dikehendaki adalah pemerintahan berdasarkan, dengan dan oleh hukum (“rule by law” dan “rule of law”). 2. Negara Pancasila itu adalah negara demokrasi yang dalam keseluruhan kegiatan bernegaranya selalu terbuka bagi partisipasi seluruh rakyat, yang di dalamnya pelaksanaan kewenangan dan penggunaan kekuasaan publik harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan harus selalu terbuka bagi pengkajian rasional oleh semua pihak dalam kerangka tata nilai dan tatanan hukum yang berlaku. Selain itu, badan kehakiman menjalankan kewenangannya secara bebas, dan birokrasi pemerintahan lain tunduk pada putusan badan kehakiman, serta warga masyarakat dapat mengajukan tindakan birokrasi pemerintahan ke pengadilan. Pemerintah terbuka bagi 14Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia (Cet. III; Bandung: Mandar Maju, 2009), h. 48-49 pengkajian kritis oleh Badan Perwakilan Rakyat dan masyarakat berkenaan dengan kebijakan dan tindakan-tindakannya. 3. Negara Pancasila adalah organisasi seluruh rakyat yang menata diri secara rasional untuk dalam kebersamaan berikhtiar, dalam kerangka dan melalui tatanan kaidah hukum yang berlaku, mewujudkan kesejahteraan lahir-batin bagi seluruh rakyat dengan selalu mengacu pada nilai-nilai martabat manusia dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam konsepsi Negara Pancasila ini, maka negara dan pemerintah lebih merupakan koordinasi berbagai pusat pengambilan keputusan rasional yang berintikan asas rasionalitas-efisiensi, asas rasionalitas-kewajaran, asas rasionalitas-berkaidah dan asas rasionalitas- nilai, ketimbang organisasi kekuasaan semata-mata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Negara Pancasila yang dicita-citakan adalah negara hukum yang berdasarkan asas kerakyatan bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan berkeadilan (keadilan sosial) bagi seluruh rakyat Indonesia serta perdamaian dunia. Padmo Wahjono, mengatakan ada 5 (lima) unsur formal negara hukum Indonesia, yaitu:15 1. Bersumber pada Pancasila; 2. Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga tertinggi negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat, Presiden mandataris MPR bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan bagian dari MPR merupakan lembaga pembentuk undang-undang; 3. Pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi, tidak bersifat absolut; 15Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum (Cet. II; Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), h. 32 4. Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan; dan 5. Kekuasaan kehakiman yang merdeka. Pandangan lain Menurut Philipus M. Hadjon, dijelaskan bahwa ciri negara hukum Pancasila, yaitu:16 1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan; 2. Hubungan fungsional yang proposional antara kekuasaan-kekuasaan negara; 3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir; dan 4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Didasarkan pada asas bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara, maka setiap aturan hukum positif yang berlaku di Indonesia, haruslah mencerminkan nilai-nilai luhur dan murni yang terkandung dalam masing-masing Sila Pancasila dan tentunya dituntun oleh Sila Ketuhanan. Terkait dengan hal ini, menurut Darji Darmodiharjo dan Shidarta, dikatakan bahwa apabila filsafat hukum mengadakan penilaian terhadap hukum (apakah hukum yang ada itu sudah memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan), bagi bangsa Indonesia, yang dipergunakan sebagai ukuran, alat penilai, atau batu ujiannya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, yang identik dengan pokok-pokok pikiran di Pembukaan UUD 1945.17 16Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h. 90. 17 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 231 4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung). Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara. Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen disebut sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky, dan berdasarkan teori ini, maka struktur tata hukum Indonesia adalah:21 1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945). 2. Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, TAP MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan. 3. Formell gesetz: Undang-undang. 4. Verordnung en Autonome Satzung: secara hirarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota. 21 A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV” (Disertasi, Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990), h. 287. Kedudukan Pancasila dalam sistem ketatanegaran Indonesia yang merupakan norma tertinggi atau disebut juga norma fundamental negara, harus dijadikan ukuran atau patokan nilai terhadap keberlakuan suatu peraturan perundang-undangan. Pencerminan nilai-nilai luhur Pancasila dalam setiap instrumen hukum yang berlaku di Indonesia inilah yang merupakan unsur pembeda antara konsep negara hukum Pancasila dengan konsep negara hukum (rechtstaats atau the rule of law) yang umumnya dikenal pada negara lain. Oleh sebab itu, hukum positif hendaknya diselaraskan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Sila Pancasila dan oleh sebab itu, maka setiap aturan hukum di Indonesia haruslah mencerminkan nilai-nilai luhur dan murni yang terkandung pada masing-masing Sila Pancasila. Menurut Otje Salman dalam teorinya (Teori Keseimbangan Hukum) dikatakan bahwa Pancasila dapat disebut sebagai suatu sistem tentang segala hal, karena secara konseptual seluruh sila yang tertuang dalam Pancasila saling berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan sebagai suatu kebulatan yang utuh.22 Sila Pertama adalah jiwa seluruh sila yang merupakan core (inti) dari seluruh sila. Sila Pertama mencerminkan nilai-nilai spritual yang paling dalam, maka secara subtansial tidak mudah berubah. Lebih lanjut Otje Salman mengatakan bahwa jika dilihat secara bulat atau holistik (satu kesatuan), yaitu dengan melihat dasar pikiran dalam Sila Pertama, Ketiga dan Kelima, maka keseimbangan (balance) merupakan substansi pokok yang terkandung di dalamnya. Keseimbangan yang dijelaskan dalam keseluruhan sila-silanya adalah keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat serta kepentingan penguasa yang dituntun oleh Sila Ketuhanan. Berpedoman pada teori ini, 22R. Otje Salman S. dan Anton F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali (Cet. II; Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 159 maka dapat dikatakan bahwa keadilan dalam perspektif Pancasila adalah keadilan yang di dalamnya ada keseimbangan kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan negara. Oleh sebab itu, hukum nasional harus memperhatikan keadilan bagi semua pihak, yaitu keadilan yang menyeimbangkan, menyerasikan atau menyelaraskan kepentingan individu di antara kepentingan yang bersifat umum (kepentingan masyarakat dan negara). B. Konsep Cita Hukum Indonesia Pancasila sangat tepat dijadikan dasar negara Indonesia yang multi ras, multi kultur, multi etnis, multi agama, dan daerahnya luas. Pancasila dirumuskan atas kesepakatan luhur para founding fathers Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi cita hukum sebagai pengejawantahan dari cita negara Indonesia, yang menjadi bintang pemandu dalam pembangunan hukum nasional. Hukum sebagai aturan tingkah laku masyarakat berakar pada gagasan, rasa, karsa, cipta dan fikiran masyarakat itu sendiri.23 Cita hukum Pancasila berakar dari budaya bangsa yang khas yang sudah ada sejak lama dan dipraktekkan dalam tata nilai dan tata budaya. Suatu negara idealnya tidak mengimpor begitu saja sistem hukumnya. 24 Apabila sistem hukum yang berlaku di suatu negara tidak berakar dari budayanya, maka hukum menjadi asing dalam penerimaan dan pelaksanaannya. Saat ini, sistem hukum yang berlaku di Indonesia masih mewarisi sistem hukum kolonial Belanda yang akar budayanya berbeda. Bahkan dalam beberapa hal justru bertolak belakang. Cita hukum inilah yang kemudian melahirkan sistem hukum Pancasila, yaitu sistem hukum yang memasang rambu-rambu dan melahirkan kaidah penuntut dalam 23 Anis Ibrahim, “Perspektif Futuristik Pancasila Sebagai Asas/Ideologi dalam UU Keormasan” (Jurnal Konsititusi, Vol. III, No. 2, November 2010), h. 134. 24Suteki, Desain Hukum dalam Ruang Sosia (Yogyakarta: Thafa Media, 2013), h politik hukum nasional sebagai sistem nilai yang hidup di Indonesia, Pancasila harus ditempatkan sebagai cita-cita, baik cita politik, cita ekonomi, cita pendidikan, dan cita hukum, dan lainnya. Sebagai cita hukum, diharapkan akan melahirkan nilai dari sila- sila dalam Pancasila seperti moral religius, humanistik, nasionalistik, demokrasi, dan keadilan sosial. Bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, kebersamaan, persamaan dan persaudaraan yang mencerminkan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia yang mencintai perdamaian demi terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Nilai-nilai tersebut terakumulasi dalam sila-sila Pancasila yang tercermin dalam wujud: 1. Nilai moral religious, nilai ini bermakna bahwa cita hukum Pancasila akan melahirkan hukum nasional yang berbasis dan berorientasi pada nilai-nilai agama dalam konteks relegious nation state, namun bukan negara agama. Nilai-nilai agama telah membumi dan dipraktekan dalam kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad sehingga harus dijadikan rujukan dalam pembangunan hukum nasional. Nilai moral relegius bermakna bahwa setiap orang Indonesia bertuhan menurut agama dan kepercayaannya, menjalanakan agama dan kepercayaan secara berkeadaban serta saling menghormati. Semua agama mendapat tempat dan perlakuan yang sama. Nilai religius harus berwujud dan diintegrasikan dalam hukum nasional, sehingga hukum nasional tidak bertentangan dengan Ketuahan Yang Maha Esa.25 2. Nilai humanistik, nilai ini bermakna bahwa cita hukum Pancasila merupakan hukum yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan, yaitu pengakuan 25Sekar Anggun Gading Pinilih dan Sumber Nurul Hikmah, “Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Terhadap Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah di Indonesia” (Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47, No. 1, Januari 2018), h. 40-46. bahwa semua manusia Indonesia sama derajatnya dan berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu keturunan Nabi Adam as. Setiap manusia harus mengakui, menerima, memelihara dan melindungi kepribadian tiap manusia warga masyarakat. Semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum tanpa membedakan suku bangsa, ras dan agama. Pancasila mengakomodasi ragam sistem dan nilai kemanusia masyarakat global modern. Hukum nasional harus dibangun secara fair, transpran, dan acountable. Harus dicegah munculnya produk hukum yang di proses secara tidak fair dan transaksional.26 3. Nilai nasionalistik/persatuan, nilai ini bermakna bahwa cita hukum Pancasila merupakan hukum yang berorientasi pada nasionalisme yang menutup peluang munculnya disintegrasi bangsa. Pancasila menjadi motor penggerak sekaligus pengontrol terwujudnya persatuan Indonesia.27 4. Nilai demokrasi, nilai ini bermakna bahwa cita hukum Pancasila merupakan hukum yang berorientasi pada demokrasi kerakyatan, yaitu nilai-nilai yang diyakini, dihargai dan dipatuhi oleh rakyat atau bangsa Indonesia. Kebijakan dalam melahirkan berbagai aturan hukum harus berangkat dari kemauan dan kesepakatan rakyat secara demokratis. Bukan kebijakan dari hasil kesepakatan dan lobi-lobi politik segelintir elit maupun sekelompok orang saja. 5. Nilai keadilan sosial, nilai ini bermakna bahwa cita hukum Pancasila merupakan hukum yang berorientasi pada keadilan sosial yang bersifat 26 Tongat, “Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara dan Makna Filosofisnya dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional” (Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol. 41, No. 3, Juli 2012), h. 404. 27M. Abdul Karim, Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2004), h. 54. substantif dan tercermin dalam setiap kebijakan hukum nasional. Keadilan mencakup berbagai aspek kehidupan rakyat, baik di bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik. Pembangunan hukum yang berorientasi pada nilai-nilai keadilan dan kemakmuran akan melahirkan kesejahteraan lahir batin bagi rakyat atau bangsa Indonesia. Satjipto Rahardjo menyebutkan bahwa cita hukum Pancasila sebagai cita hukum yang berakar dari budaya bangsa yang khas.28 Sistem hukum Pancasila adalah sistem hukum yang khas untuk masyarakat Indonesia. Sistem hukum Pancasila mengandung unsur-unsur yang baik dan cocok dengan nilai khas budaya Indonesia yang sudah hidup di kalangan masyarakat selama berabad-abad. Pancasila memuat unsur yang baik dari pandangan individualisme dan kolektivisme. Cita hukum Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Spirit Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm menjiwai UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Indonesia. Cita hukum merupakan gagasan, karsa, cipta dan pikiran berkenaan dengan hukum atau persepsi tentang makna hukum, yang terdiri atas tiga unsur: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Fungsi cita hukum sebagai sebagai asas umum, norma kritik (kaidah evaluasi) dan faktor yang memotivasi dal 28Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum Indonesia (Jakarta: Kompas, 2003), h. 23 penyelenggaraan hukum (pembentukan, penemuan dan penerapan hukum) dan perilaku hukum.29 Cita hukum akan memudahkan penjabaran hukum ke dalam berbagai perangkat aturan kewenangan dan aturan perilaku, dan memudahkan terjaganya konsistensi dalam penyelenggaraan hukum. Selain itu, cita hukum idealnya juga diimplementasikan dalam tata hukum. Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan pandangan hidup yang menggambarkan pandangan bangsa Indonesia tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia, serta manusia dan alam semesta, yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia individual di dalam masyarakat dan alam semesta. Cita hukum Pancasila yang berakar dalam pandangan hidup Pancasila dengan sendirinya akan mencerminkan tujuan negara dan nilai-nilai dasar yang tercantum dalam Pembukaan, Batang Tubuh serta Penjelasan UUD NRI 1945. Masing-masing sila dalam Pancasila menggambarkan nilai fundamental dan sekaligus menjadi lima asas operasional dalam menjalankan kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara dan pengembangan hukum praktis. Menjadikan Pancasila sebagai falsafah bangsa mempunyai konsekuensi logis bahwa dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara harus menjadikan Pancasila sebagai dasar yang menjiwai setiap langkah kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam berhukum. Hukum sebagai kaidah sosial tidak lepas dari nilai yang berlaku di suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nil 29Solly Lubis, Bunga Rampai Pembangunan Hukum di Indonesia (Bandung: Resco, 1995), h. 34 yang berlaku dalam masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat.30 Setelah amandemen UUD NRI 1945, konsep negara hukum di Indonesia bukan lagi Rechtsstaat atau Rule of Law, melainkan Negara Hukum Indonesia yang seharusnya berwujud dalam bentuk hukum Pancasila. Artinya, hukum nasional merupakan hukum yang didasari oleh nilai-nilai dalam Pancasila. 31 Nilai-nilai Pancasila menjadi ruhnya hukum, sehingga hukum memuat ksadaran akan bertuhan, memuliakan manusia, mempersatukan beragam golongan, mengutamakan musyawara, dan mencerminkan keadilan. Cita hukum Pancasila dapat dimaknai sebagai sistem hukum yang bersumber dari hukum yang telah lama dianut oleh masyarakat Indonesia. Cita hukum Pancasila harus menjangkau seluruh kepentingan hukum rakyat Indonesia sejauh batas-batas nasional negara Indonesia. Cita hukum Pancasila juga harus memberikan asas keselarasan. Asas ini menghendaki terselenggaranya harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Penyelesaian masalah-masalah konkret, selain harus didasarkan pada pertimbangan kebenaran dan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, juga harus dapat diakomodasikan pada proses kemasyarakatan sebagai keseluruhan yang utuh dengan mempertimbangkan pandangan yang hidup dalam masyarakat. Argumentasi Pancasila sebagai cita hukum, dapat ditinjau dari tiga pendekatan sebagai beriku 30Sulaiman, “Epistemologi Negara Hukum Indonesia; Rekonseptualisasi Hukum Indonesia” (Seminar Nasional Hukum, Vol. 2, No. 1, 2016), h. 560. 31Fokky Fuad Wasitaatmadja, Filsafat Hukum; Akar Religiositas Hukum (Jakarta: Kencana, 2015), h. 252. 1. Secara ontologis, Pancasila dilihat sebagai realitas yang keberadaannya telah menyejarah dan telah dikehendaki bersama sebagai way of life bangsa Indonesia. 2. Secara epistemologis, Pancasila dilihat sebagai konstruksi pemikiran yang berbasis pada kehidupan yang terus dinamis. 3. Secara metodologis, Pancasila dilihat sebagai konstruksi baru berdasarkan pada pendekatan sosio legal. Pendekatan ini mengonsepsikan hukum sebagai norma sekaligus bagaimana norma itu dalam pelaksanaannya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sub sistem yang lain. Dengan sosio approach, hukum dilihat bagian norma (law as norm) dan sekaligus sebagai perilaku (law as behavior). Cita hukum Pancasila juga harus mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat dengan cara ditunjang aparatur penegak hukum yang memahami jiwa dan semangat undang-undang untuk kebahagiaan manusia. Pancasila merupakan core philosophy bagi bangsa Indonesia, sehingga merupakan suatu local genius dan local wisdom bangsa Indonesia. 32 Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia masih terus mencari dan berposes dalam perubahan sistem hukum yang tepat untuk diterapkan sesuai dengan keindonesiaan 32Kuat Puji Prayitno, “Pancasila sebagai “Screening Board” dalam Membangun Hukum di Tengah Arus Globalisasi Dunia yang Multidimensional”, (Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11, Edisi Khusus, Februari 2011), h. 151.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama