1. Hukum Itu Tatanan Kekuatan
Teori Filsuf IoniaTeori ini adalah bagian dari para filsuf pertama Yunani sebelum abad ke-6 masehi.Generasi ini dikenal sebagai filsuf Ionia, seperti Anaximander, Thales, Heraklitus, dan Empedocles. Sebagai generasi filsuf awal, mereka sangat lekat dengan kosmologi alam(-iah) dan mistis yang melahirkan pandangan bahwa kekuatan merupakan inti tatanan alam.Hukum sebagai tatanan kekuatan, merupakan teori dari barisan para filsuf pertamayunani sebelum abad ke-6 SM. Generasi filsuf ini dikenal sebagai filsuf Ionia, sepertiAnaximander, Thales, Heraklitos dan Empedocles. Sebagai generasi filsuf awal, merekasangat lekat dengan kosmologi alam (-iah) dan mitis.
Kosmologi alamiah melahirkan pandangan bahwa kekutan merupakan inti dari tatanan alam. Manusia sebagai bagian dari alam, tidak lebas dari kodrat yang tersebut. Bahkan manusia mewarisi kualitas “ Dionysian “bawaan yang cenderung liar, menerima kekejaman dan siap menghadapi nasib yangditimpakan oleh hidup sebagaimana apa adanya. Sedangkan mitis melahirkan konsepositentang kesatuan alam dan manusia. Karena itu, apapun yang dibuat manusia termasukhukum, harus mencerminkan dan searah dengan tatanan alam.Teori para filsuf ionia tentang hukum mencerminkan kosmologi diatas. Pertama , hukummerupakan tatanan yang dikuasai logika kekuatan karena memang berasal dan diperuntukan bagi manusia-manusia yang siap bersaing dalam kancah kekejaman dan nasib. Kedua, tidak ada perbedaan antara aturan alam dan aturan buatan manusia. Baik aturan alam maupunaturan manusia dianggap sebagai bagian dari logika alam, yakni logika kekuatan (Heroic Minded) Aturan Alam menjiwai aturan hukum, Hukum kodrat yang paling operasional dalam alamadalah hukum “survival.5” . Artinya hukum tidak lebih dan tidak kurang adalah persoalanmengenai bagaimana manusia bisa ada dan tetap ada (survive). Hukum adalah “ rumus-rumus untuk tetap survive “ ( Siapa yang kuat dialah yang menang ! ). Persoalan paling pokok dalam hidup manusia sebenarnya amat sederhana yaitu “ Ada “ atau “ Lenyap “, dan iniberlaku untuk semua makhluk hidup.
2. Hukum Sebagai Tatanan Logos
Teori Kaum Sofis.6 Dengan latar belakang konsepsi religi Olympus tentang manusia (manusia memilikijiwa dan raga), filsuf Sofis tidak lagi memandang kekuatan setelanjang barisan filsuf pertama.Dunia materi bukan segala-galanya. Ada unsur lain yang lebih utama: Logos yang dimilikimanusia. Dunia berpusat pada manusia yang punya logos itu, sehingga pun hukum pun jugaberpusat pada manusia yang memiliki logos itu.Kaum Sofis memulai kegiatannya pada abad V SM, mereka adalah orang terpelajaryang berkeliling di Polis-polis negeri Yunani untuk megajar pemuda-pemuda yang ingin memainkan perannya dalam Politik Kenegaraan. Pada abad V, kebanyakan Polis Yunanisudah demokratis, artinya sejak abad itu polis bukan lagi kepentingan para sesepuh (respatricia), melainkan telah menjadi kepentingan umum (res publica), orang-orang yangmewakili rakyat memperhatikan kepentingan umum. Dapat dikatakan bahwa polis telah mempunyai aturan yang terang. Keharusan alamiahyang tadinya gelap dan bersifat membalas dendam secara rahasia, sudah berubah artinya menjadi hukum yanag terang melalui undang-undnag polis dan praktek hukum yang sesuai.7 Bagi kaum Sofis, hukum bukan lagi melulu sebagai gejala alam yang telanjang per se.Mereka mengaitkan hukum dengan ‘moral alam’, yakni logos –semacam roh ilahi yang memandu manusia pada hidup yang patut. wujudnya adalah nomos –yang dalam tradisi Yunani menunjuk pada kebiasaan sacral dan penentu segala sesuatu yang baik. Nomos hanya bisa eksis di dalam polis (negara kota di Yunani). Di luar polis hanya ada kekacauan. Esensi nomos sebenarnya soal kepatutan. Nomos menjunjung keadilan, menjamin keamanan, serta mendatangkan kesejahteraan. Karena nomos mengandung moral logos, maka pelanggar terhadap nomos perlu dihukum karena dianggap melakukan kesombongan. Nomosini menurut Protagoras (salah satu eksponen Sofis), bisa tampil dalam bentuk kebiasaan, dan juga dalam bentuk undang-undang. Oleh karena itu, dalam tradisi Yunani, hukum (nomos)dan UU (nomoi) sangatlah penting untuk menata polis.
3. Hukum Sebagai Tatanan Kebajikan
Teori Socrates Socrates sama sekali tidak menyetujui pandangan Ionia dan kaum sofis. Terhadap Filsufionia Socrates menampilkan tokoh anti tesis Apollonian yang berwatak rasional, tertib, ramah, dan bermoral. Sedangkan terhadap kaum sofis, ia memancangkan mascot “pribadi berintegritas” yaitu manusia yang menjunjung tinggi satunya kata dan tindakan. Manusia bukanlah “Binatang Urakan” model Dionysian dan bukalah makhluk opurtunis ala Protagoras tetapi manusia, hakikat asasinya adalah wujud logos, dank arena itu kehdiupannya termasuk bidang hukum menerminkan keluhuran l
Tags:
Filsafat Hukum