A. Hubungan Kausalitas Antara Konsep Negara Hukum Dan Prinsip-Prinsip Hukum Islam
Sistem hukum nasional lahir dari cita hukum dan norma dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Norma dasar tersebut terdapat dalam Pancasila sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945. Hakikat dari sistem hukum yang dianut adalah keselarasan, keserasian, masyarakat dan negara yang terangkum dalam sila-sila Pancasila yang dalam pelaksanaannya diperlukan pengendalian secara utuh dan konsekwen. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan ditegaskan bahwa Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang antara satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU Nomor 12 Tahun 2011; Pasal 2).
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (UU Nomor 12 Tahun 2011; Penjelasan Pasal 2).
Ide Negara hukum adalah gagasan mengenai suatu bentuk Negara ideal yang selalu diidam-idamkan oleh manusia agar diwujudkan dalam kenyataan, meskipun manusia selalu gagal dalam mewujudkan gagasan ini dalam kehidupan nyata.Ide (gagasan) Negara hukum lahir sebagai hasil peradaban manusia karena ide Negara hukum merupakan produk budaya. Ide Negara hukum lahir dari proses dialektika budaya sebab ide Negara hukum lahir sebagai antithesis suatu proses pergumulan manusia terhadap kesewenang-wenangan penguasa (raja) sehingga ide Negara hukum mengandung semangat revolusioner yang menentang kesewenangwenangan penguasa.
Gagasan Negara hukum terutama sekali menempatkan pusat aktivitas Negara bukan pada orang melainkan pada sistem yang mengikat dan membatasi aktivitas penyelenggara negara. Menurut Bintan R. Saragih, dalam Negara hukum, Negara harus diatursecara tegas melalui aturan hukum. Pada umumnya, pengertian Negara hukum merujuk pada Negara di mana tindakan pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak pemerintah dan tindakan rakyat yang dilakukan menurut kehendaknya sendiri.
Konsepsi Negara hukum berbicara tentang konsep Negara hukum telah banyak menghabiskan energi para pakar hukum.Karena begitu kompleksnya standarisasi yang digunakan bagi sebuah negara jika hukum yang menjadi sebuah hukum instrumen untuk menjalankan kekuasaaan.Perbulatan intelektual di dunia hukum snagat banyak menghabiskan energi.Bahkan sampai hari ini perdebatan konsepsi Negara hukum itu masih menjadi wacana hangat.Pandangan-pandangan para pakar yang berbeda di dunia hukum, yang memulai sejak zaman modern ini belum mampu menemukan garis merah yang jelas sehingga tokohtokoh seperti Montesqueiu, John Locke, Rosseau dan sebagainya telah mampu menemukan teori yang hampir saja mendekati kebenaran sekalipun banyak menuai berbagai hujatan.Padangan Montesquieu misalkan tentang tiga cabang kekuasaan secara tegas adalah meurpakan prasyarat bagi independen nya kekausaan yudikatif.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara yang berada di Asia Tenggara yang menduduki peringkat ke-4 sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Dengan banyaknya populasi penduduk Islam di Indonesia, maka implementasi konstitusi Indonesia secara otomatis bersinggungan dengan hukum Islam secara tidak langsung. Prinsip-prinsip hukum Islam yang bersinggungan dengan konstitusi Indonesia antara lain:
1. prinsip tauhid dengan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan “Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip tauhid ini dapat dilihat dengan jelas pada kalimat tersebut yang mengutamakan Tuhan sebagai dasar negara. Dimana, prinsip tauhid dalam hukum islam merupakan pedoman hukum Islam dan pelaksanaannya merupakan ibadah.Akan tetapi, prinsip Islam disini hanya bersinggungan tidak bersinggungan seutuhnya dikarenakan Indonesia tidak hanya terdapat agama Islam melainkan banyak agama lainnya.
2. prinsip keadilan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negaraabersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Prinsip keadilan dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menjunjung tinggi nilai keadilan di mata hukum. Tidak hanya dimata hukum saja, prinsip keadilan mencangkup banyak aspek dalam kehidupan.
3. prinsip kebebasan dengan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang berisi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkannpikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang”. Prinsip ini menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebebasan tanpa paksaan. Dengan mengedepankan kebebasan dan kemerdekaan, prinsip ini bersinggungan erat dengan Pasal 28 UUD 1945.
4. prinsip persamaan dengan Pasal 28D UUD 1945 yang berbunyi: “(1) Setiap orang berhak atasspengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuannyang sama dihadapan hukum. (2) Setiapporang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungannkerja. (3) Setiap wargaanegara berhak memperolehhkesempatan yang sama dalam pemerintahan. (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Konstitusionalisme merupakan suatu istilah yang tidak dapat dilupakan pada pembahasan mengenai konstitusi. Konstitusi dan konstitusionalisme merupakan 2 hal yang berhubungan. Apabila konstitusi berarti pembentukan atau penyusunan suatu negara, konstitusionalisme memiliki arti paham pembatasan kekuasaaan dan jaminan hak rakyat melalui konstitusi. Konstitusionalisme merupakan paham yang telah ada sebelum keberadaan gagasan konstitusi sehingga dapat disimpulkan bahwa konstitusi merupakan sarana bagi paham konstitusionalisme agar dapat dimengerti. Terdapat 3 karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai konstitusi antara lain: Jaminan HAM, pembentukan susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental dan pembatasan kekuasaan. Dalam hal ini, jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) terdapat pada UUD 1945, tepatnya dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Prinsip hukum Islam yang bersinggungan dengan Bab XA adalah prinsip persamaan atau kesetaraan dan hak asasi manusia. Prinsip persamaan pada hukum Islam terdiri dari persamaan pada seluruh bidang termasuk dalam bidang politik, bidang hukum serta bidang sosial. Perdamaian pada bidang hukum menghasilkan jaminan terhadap perlakuan dan perlindungan hukum yang setara bagi segala orang tanpa melihat kedudukan asalnya (original position). Prinsip persamaan dan prinsip kebebasan dapat dilihat dari terdapatnya ketentuan mengenai hak dan kebebasan warga negara (constitutional rights and freedoms of citizens).
Bab XA UUD 1945 mengatur terkait Hak Asasi Manusia, hak-hak yang diatur di bab ini antara lain: hak untuk hidup; hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah; hak kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang dan lain sebagainya. Melalui Bab XA ini, kita dapat melihat terdapatnya prinsip persamaan dalam hukum Islam, yaitu keduanya menentang adanya perbudakan dan menjunjung tinggi kesetaraan antar sesama manusia. Contoh konkrit lainnya mengenai adanya prinsip persamaan pada konstitusi Indonesia berada pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 mengenai kesetaraan antara pria dan wanita (kesetaraan gender) dengan Q.S. Al Baqarah ayat (228). Keberadaan prinsip persamaan ini merupakan akibat dari kekuatannya implementasi konstitusi Indonesia dengan hukum Islam.
B. Pengaruh Agama Islam Dalam Pembentukan Undang-Undang Di Indonesia
Hukum Islam merupakan istilah khas yang berkembang di Indonesia sebagai terjemahan al-fiqh al-Islāmȋ atau al-syarȋ’ah al-Islāmiyah. Dalam khazanah ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islam dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam, kemudian kata hukum disandarkan kepada kata Islam. Penyandaran kata tersebut terasa sekali ketika kita membaca rumusan definisi para ilmuan, di antaranya Amir Syarifuddin yang menyatakan bahwa hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku bagi semua pemeluk Islam. Sedang Ahmad Rofiq mendefinisikan hukum Islam sebagai peraturan-peraturan yang diambil dari wahyu dan diformulasi dalam keempat produk pemikiran hukum (fiqh, fatwa, keputusan pengadilan, dan undang-undang) yang dipedomani dan diberlakukan bagi umat Islam di Indonesia.
Dengan demikian institusi hukum di Indonesia membuka peluang bagi hukum Islam untuk memberi sumbangan dalam sistem hukum Indonesia. Tujuan legislasi dalam kajian hukum tata negara Islam adalah untuk melindungi lima hak asasi manusia, yaitu hak beragama, hak untuk hidup, hak intelektual, hak turun-temurun, dan hak atas harta benda. Peraturan yang dibuat harus memuat aturan-aturan yang di dalamnya terdapat poin-poin tentang perlindungan terhadap lima hak dasar tersebut . Pembuatan aturan (legislasi) harus mengacu pada maksud teks hukum, yaitu terciptanya kemaslahatan. Sehubungan dengan itu, perumusan peraturan perundangundangan tidak boleh mempersempit manusia berbuat baik dengan dalih tidak adanya teks hukum . Mengingat di Indonesia kesadaran hukum masyarakat, terutama masyarakat muslim pernah terpecah karena rekayasa politik hukum pemerintah kolonial Belanda yang mengembangkan hukum Barat dan adat dengan tujuan menghambat perkembangan hukum Islam. Namun setelah Indonesia merdeka hukum Islam sebagai bagian dari agama Islam berusaha untuk dikembalikan menempati tempat yang layak dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Kontribusi hukum islam dalam sistem pembinaan hukum di indonesia cukup berkembang sejalan dengan tantangan problematika hukum yang semakin kompleks sesuai dengan perkembangan zaman. Persoalan baru tersebut belum pernah ditemukan dalam kitabkitab hukum yang ditulis oleh para mujtahid terdahulu sehingga para ulama berusaha menginterpretasikan kembali agar hukum islam tersebut lebih aktual dan dapat menjawab tantangan dari perkembangan zaman, dengan pertimbangan kemaslahatan masyarakat. Usaha tersebut dikenal dengan reaktualisasi Hukum Islam. Pembangunan hukum dapat dirumuskan sebagai proses yang berkesinambungan dan tidak dikenal akhir sebagai upaya segenap bangsa indonesia berkenaan dengan cara hukum itu direncanakan, dibentuk, dirumuskan, diterapkan, ditegakkan dan dilembagakan.
Adapun masalah pengembangan hukum islam di indonesia setidaknya terdapat dua jenis pengembangan:
1. Internalisasi, yaitu pengembangan hukum islam yang dilakukan secara komunal yang bersifat individual, yang didalamnya tidak menyangkut kepentingan politik. Pengembangan jenis ini dapat dilakukan melalui rumah, kuttab/maktab atau masjid.
2. Institusionalisasi, yaitu pengembangan hukum islam yang dilakukan melalui lembaga-lembaga yang menyangkut kepentingan politik atau lembaga resmi pemerintah.
Pengembangan jenis ini dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu:
1. Pranata sosial, adalah taradisi-tradisi dalam kehidupan manusia, yang berbentuk sebagai kombinasi antara reaksi kemanusiaan atas tantangan dan dinamika lingkungannya, dengan etos yang menjadi nilai dasar kehidupannya. Bagi umat islam, nilai etos berbentuk dari ajaran-ajaran dasar yang dikembangkan AlQur’an dan As-Sunnah. Seperti surau, pesantren dan lain-lain.
2. Lembaga kesehatan
3. Lembaga ekonomi dan koperasi, seperti kopontren dan lain sebagainya.
4. Lembaga Dakwah
5. Lembaga hukum.
Hukum Islam telah memberikan kontribusi sangat besar, paling tidak dari segi ruh atau jiwanya. Pernyataan ini diperkuat berdasarkan lahirnya beberapa regulasi atau peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, di antaranya adalah:
1. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa 'Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya', telah memenuhi ketentuan umum dengan tidak bertentangan antara hukum nasional dengan hukum agama. Demikian pula Pasal 3 ayat (2) yang menjelaskan bahwa "pengadilan dapat memberikan izin kepada seseorang untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan" telah memenuhi tuntutan khusus hukum Islam yang memungkinkan adanya poligami dalam perkawinan Islam.
2. UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, kemudian diperbaharui dengan UU No. 20 Tahun 2003 Di dalam undang-undang ini disebutkan bahwa dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya adalah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan, sehat rohani, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri, mempunyai rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Konsideran undang-undang ini secara jelas menempatkan ajaran agama sebagai landasan pijakan dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dlkarenakan hakekat dari pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
3. UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006. Undang-Undang ini menjelaskan keberadaan Peradilan Agama (PA) di Indonesia yang menetapkan wewenang absolut dari Peradilan Agama yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari'ah.
4. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan sebuah kumpulan dari hukum materi yang dijadikan pedoman bagi para pihak dalam pengambilan putusan di Peradilan Agama. Meskipun dasar hukum pemberlakuan KHI ini tidak berbentuk undang-undang, melainkan sebuah lnstruksi Presiden No 1 Tahun 1991, kompilasi ini sangat membantu para hakim dalam memutuskan perkara di lingkungan Peradilan Agama. lnstruksi Presiden ini mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena diinstruksikan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara.
5. UU No. 17 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan lbadah Haji. Dengan berlakunya undang-undang ini maka segala ketentuan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan ibadah umrah telah diatur oleh negara. Di dalam undang-undang ini diatur tentang rangkaian kegiatan penyelenggaraan ibadah haji. Dengan undang-undang ini diharapkan ibadah haji dan umrah yang dilaksanakan oleh komunitas muslim Indonesia dapat berjalan dengan tertib dan aman, sehingga mengantarkan bagi pelakunya untuk mendapatkan haji yang mabrur.
6. UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Undang-undang ini mengatur tentang tata cara mengelola zakat yang baik, agar tidak terjadi penyimpangan. Ketentuan tentang zakat secara terperinci telah diatur dalam beberapa buku fiqh. Akan tetapi yang menyangkut tentang manajemen pengelolaan dan distribusi belum diatur secara lengkap. Undang-undang pengelolaan zakat ini merupakan wujud kontribusi hukum Islam dalam ikut serta meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Di samping masalah zakat, juga diaturtentang infaq dan sadaqah.
7. UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Undang-undang ini merupakan produk legislasi yang ruhnya bersumber dari ajaran syari'at Islam. Wakaf merupakan sebuah ibadah sebagai perwujudan dari seseorang menyerahkan hartanya untuk diambil manfaatnya untuk kemaslahatan umum dalam waktu yang tidak terbatas. Undang-undang wakaf ini kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Ketentuan perwakafan juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang PokokAgraria.
Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh mayoritas penduduk dan masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, dan merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam yang eksis dalam kehidupan hukum nasional, serta merupakan bahan dalam pembinaan dan pengembangannya. Sebagai realisasi dari tuntutan dijadikannya hukum Islam menjadi salah satu bahan rujukan dan sumber dari pembentukan hukum nasional, terlihat sudah begitu banyak unsur-unsur hukum Islam memasuki produk legislatif terutama semenjak orde baru. Daud Rasyid mengemukakan bahwa syariat Islam adalah sistem hukum yang bersifat mendunia, elastis dan mampu menjawab masalah yang dihadapi.masyarakat, kapan dan di mana saja. Hukum Islam relevan untuk setiap ruang dan waktu, termasuk untuk lndonesia.