POLITIK HUKUM DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA pdf

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hukum akan dijadikan sebagai alat yang digunakan untuk mencapai tujuan Negara. Seperti yang diketahui bahwa hukum merupakan petunjuk dan tata aturan terkait dengan konsep hidup bermasyarakat dan akan selalu sesuai dengan keadaan kondisi masyarakat. Oleh karenanya idealnya hukum dibuat dengan mengutamakan adanya keadilan. Keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilainilai keadilan itu sendiri. Pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.[1]

Hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai yang mengandung arti, bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Salah satu perbincangan kritis mengenai hukum adalah tuntutan untuk dapat memberikan keadilan, artinya hukum selalu dihadapkan kepada pertanyaan tentang apakah hukum dapat mewujudkan keadilan.[2]

Terkait dengan konsepsi hukum tersebut, maka politik hukum diartikan sebagai aktivitas yang menentukan pola dan cara membentuk hukum, mengawasi bekerjanya hukum, dan memperbarui hukum untuk tujuan Negara. Sebagaimana diungkapkan oleh Soedarto, politik hukum sebagai kebijakan dari Negara melalui badan-badan Negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang dikandung dalam masyarakat.[3]


Oleh sebab itu, hukum merupakan determinan atas politik, dan terkait pula dengan demokrasi dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur dan harus tunduk pada aturanaturan hukum. Politik menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan baik legal maupun illegal. Dikatakan pula politik determinan atas hukum, karena hukum merupakan hasil kristalisasi kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bahkan saling bersaingan. Sehingga dalam menafsirkan apakah hukum mempengaruhi politik ataukah politik mempengaruhi hukum. Ini tergantung dari sudut pandang yang digunakan oleh para pakar. Dimana, ada yang memandang dari sudut das sollen (keharusan), memandang bahwa hukum harus berpedoman pada hubungan antar anggota masyarakat. Sedangkan mereka yang memandang dari sudut das sein (kenyataan), para penganut empiris melihat bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh politik bukan saja dalam proses pembuatannya, tetapi juga dalam kenyataankenyataan empirisnya. Dengan demikian jawaban terhadap pertanyaan ini sangat relatif, tergantung dari perspektif mana seseorang melihatnya.Sehingga hukum dipengaruhi oleh politik dan bahkan hingga saat ini seringkali otonomi hukum di Indonesia di intervensi oleh politik, bukan hanya dalam hal pembuatannya, tetapi juga dalam penerapannya baik dalam hal penegakan hukum sekalipun. Sri Soemantri pernah mengkonstatasi hubungan Antara hukum dan politik di Indonesia ibarat perjalanan lokomotif kereta api yang keluar dari relnya. Jika hukum diibaratkan rel dan politik diibaratkan lokomotifnya maka sering terlihat lokomotif itu keluar dari rel yang seharusnya dilalui. Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan konsep hukum yang seharusnya terfokus pada keadilan dalam memainkan peran di masyarakat.[4] 

B.      Rumusan maslah

1.       Bagaiman potret penegakan hukum di indonesia?

2.       Bagaimana damapak perekembagan Politik Hukum dalam Penegakan Hukum di Indonesia?

C.     Tujuan Penulisan

1.       Untuk mengataui potret penegakan hukum di indonesia

2.       Untuk mengatahui damapak perkembagan  politik hukum dalam penegakan hukum di indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Potret penegakan hukum di indonesia

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran ide dan cita hukum yang memuat nilai-nilai moral seperti keadilan dan kebenaran kedalam bentuk-bentuk konkrit, dalam mewujudkannya membutuhkan suatu organisasi seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai unsur klasik penegakan hukum yang dibentuk oleh negara, dengan kata lain bahwa penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai substansial yaitu keadilan. Secara konsepsional, maka inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan. Ruang lingkup penegakkan hukum sebenarnya sangat luas sekali, karena mencakup hal-hal yang langsung dan tidak langsung terhadap orang yang terjun dalam bidang penegakkan hukum. Penegakkan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement,juga meliputi peace maintenance. Adapun orang-orang yang terlibat dalam masalah penegakkan hukum di Indonesia ini adalah diantaranya polisi, hakim, kejaksaan, pengacara dan pemasyarakatan atau penjara.[5]

Tercermin dalam pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada kesadaran hukum masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh aparat penegak hukum, karena sering terjadi beberapa peraturan hukum tidak dapat terlaksana dengan baik yang dilakukan oleh beberapa oknum penegak hukum yang


tidak melaksanakan suatu ketentuan hukum sebagai mana mestinya. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan oleh penegak hukum itu sendiri yang tidak sesuai dan merupakan contoh buruk dan dapat menurunkan citra. Selain itu teladan baik, integritas dan moralitas aparat penegak hukum mutlak harus baik, karena mereka sangat rentan dan terbuka peluang bagi praktik suap dan penyalahgunaan wewenang.[6]

Seringkali terdengar bahwa para penegak hukum menginginkan hukum berlaku pada semua orang tanpa pandang bulu. Namun, ketika para penguasa, pejabat, atau elit politik negeri ini tersandung kasus hukum, penegak hukum begitu gamang dan proses pemeriksaanya begitu lama. Bahkan, banyak vonis yang dijatuhkan dengan vonis bebas. Disamping itu para penegak hukum juga sering mengeluarkan statement dengan mengatakan bahwa mereka menginginkan peradilan terbebas dari praktik-praktik mafia peradilan. Namun, dalam kenyataannya sangat banyak para penegak hukum terlibat dalam praktik mafia peradilan tersebut. Tentu hal ini yang membuat masyarakat tidak mendapatkan kepastian hukum.[7]

Dalam hal penegakan hukum khususnya di Indonesia, ada beberapa fakta yang menandai kondisi gagalnya proses penegakan hukum di Indonesia. Pertama, ketidakmandirian hukum, kedua, integritas penegak hukum yang buruk, ketiga, kondisi masyarakat yang rapuh dan sedang mengalami pseudoreformatie syndrome, dan keempat, pertumbuhan hukum yang mandek. Secara konkret kegegalan penegakan hukum di Indonesia bersumber dari substansi peraturan perundang-undangan yang tidak berkeadilan, aparat penegak hukum yang korup, dan budaya masyarakat yang buruk, dan lemahnya kelembagaan hukum Indonesia. Semua itu tercermin dari wajah hukum di Indonesia yang lebih banyak bersifat represitoris, tidak antisipatoris sehingga kadang-kadang peraturan perundang-undangan yang dibuat sering tidak mencerminkan kondisi masyarakat secara utuh. Ini disebabkan karena banyaknya peraturan yang dibuat tetapi tidak mementingkan adanya keadilan bagi masyarakat.[8]

Oleh karena itu dalam berbagai hal aparat penegak hukum, terutama yang bergelut di pengadilan, dituntut untuk memiliki keberaniana moral. Pengadilan harus secara mandiri menyuarakan kebenaran dan keadilan. Peradilan diharuskan untuk dapat bertindak obyektif serta berprilaku adil dan benar. Jika tidak demikian, lambat laun tanpa disadari, akan menimbulkan kerusakan yang menyakitkan bagi semua kalangan.[9]

B.     Dampak perkembagan Politik Hukum dalam Penegakan Hukum di Indonesia

Politik dipahami sebagai seperangkat makna atau nilai serta pilihan-pilihan yang diambil dari masyarakat untuk membenarkan fungsi tatanan masyarakat. Politik juga dipahami sebagai proses resolusi atas problem kolektif untuk memenuhi kebijakan kolektif dalam kehidupan sosial masyarakat terkait dengan nilai serta pilihan bagi masyarakat dalam mencapai suatu tujuan. Isbar menjelaskan bahwa politik merupakan persoalan yang terkait dengan ragam perbedaan kehidupan antara pemimpin dan rakyat yang orientasinya diarahkan pada perbaikan kekuasaan. Politik juga terkait untuk membumikan cita-cita dan ajaran-ajaran moral, sebagai institusi pemaksa bagi pelaksanaan perintah dan ajaran moral. Nilai dalam politik sebagai kerangka acuan untuk memfungsikan nilai agama dalam tatanan masyarakat. Nilai dalam politik tidak dapat dipisahkan dari ideologi yang menjadi sumber nilai dan citacita yang diaktualisasikan melalui lembaga politik atau organisasi kelompok tertentu. [10]

Dalam ilmu hukum hal mengenai politik lebih dikenal dengan politik hukum. Politik hukum merupakan kebijakan dasar penyelenggara kebijakan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Politik hukum suatu negara berbeda dengan negara lain, hal ini sesuai dengan latar belakang sejarah, pandangan hidup, sosial budaya dan political will dari masing masing Negara.[11]

Pada Negara hukum modern yang dapat memberi sanksi terhadap pelanggaran kaidah hukum adalah penguasa. Sebab, penegakan hukum adalah monopoli penguasa. Penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaidah hukum. Seringkali dikatakan bahwa hukum ada karena kekuasaan yang sah. Dalam sejarah dijumpai hukum yang tidak bersumber pada kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang menurut hukum yang berlaku sesungguhanya tidak berwenang. Pada hakikatnya hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan yang mengusahakan ketertiban, bukan sebaliknya hukum dijadikan sarana dalam merebut kekuasaan dengan menggunakan cara-cara yang merugikan masyarakat dan Negara.[12]

 Di dalam suatu sistem politik yang kontrol sosialnya dilakukan melalui hukum, setiap aktivitas akan diupayakan sesuai dengan hubungan kemanusiaan melalui sarana yang spesifik dengan menghindari pertentangan yang tidak perlu. Apabila pemerintahan didasarkan atas kekuasaan, pemerintahan demikian akan cenderung akan meningkatkan ketegangan dalam bidang politik dan secara sosial akan menimbulkan suatu keadaan yang represif. Sedangkan apabila pemerintahan didasarkan pada hukum, pemerintahan semacam itu justru akan cenderung meredakan ketegangan. Oleh karena itulah untuk dapat mencegah terjadinya struktur kekuasaan yang bersifat menindas dikembangkanlah sistem hukum yang menyeimbangkan kekuasaan dengan cara distribusi hak dan privilese di Antara individu dan kelompok.[13]

Berpijak dari pemikiran di atas, adalah keharusan bagi negara pada saat merumuskan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan harus senantiasa memperhatikan aspek kepastian hukum dan perlindungan hak warganegara. Karena apabila hukum dan kekuasaan tidak di kontrol maka akan berdampak pada semua aspek hukum terkait, tidak menutup kemungkinan dalam hal penegakan hukumpun akan muncul berbagai kepentingan-kepentingan dari para penguasa untuk dapat berbuat yang tidak semestinya dalam hal penegakan hukum. Hal ini akan menimbulkan ketimpangan dan ketidak adilan dalam system penegakan hukum. Oleh karena itu dampak dari adanya politik hukum dalam system penegakan hukum di Indonesia, hingga saat ini masih banyak dipengaruhi oleh adanya campur tangan dan kepentingan-kepentingan dari para elit politik. Dimana, mereka dengan seenaknya mempergunakan kekuasaan mereka untuk dapat keluar dari jerat hukum, tentu hal ini juga menjadi salah satu pembelajaran bagi para penegak hukum agar nantinya tidak terpengaruh dan tidak terbuai dengan adanya bisikan-bisikan yang mengajak pada penyelewengan penyelewengan hukum khususnya terkait dengan penegakan hukum.

 


BAB III

PENUTUP

1.      Kesimpulan

a.    Dalam hal penegakan hukum khususnya di Indonesia, ada beberapa fakta yang menandai kondisi gagalnya proses penegakan hukum di Indonesia. Pertama, ketidakmandirian hukum, kedua, integritas penegak hukum yang buruk, ketiga, kondisi masyarakat yang rapuh dan sedang mengalami pseudoreformatie syndrome, dan keempat, pertumbuhan hukum yang mandek.

b.    berkembangnya politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, ialah bahwasanya bahwa dengan terus berkembangnya politik hukum di Indonesia maka tentu hal ini akan membawa implikasi dalam berbagai lini kehidupan. Khususnya dalam hal penegakan hukum di Indonesia. Karena politik hukum dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, hingga saat ini masih banyak dipengaruhi oleh adanya campur tangan dan kepentingan-kepentingan dari para elit politik. Dimana, mereka dengan seenaknya mempergunakan kekuasaan mereka untuk dapat keluar dari jerat hukum, tentu hal ini juga menjadi salah satu pembelajaran bagi para penegak hukum agar nantinya tidak terpengaruh dan tidak terbuai dengan adanya bisikan-bisikan yang mengajak pada penyelewengan-penyelewengan hukum khususnya terkait dengan penegakan hukum

2.      Saran

a.       Sistem hukum di indonesia harus di perbaiki mulai dari aparapat penegak hukum beserta sarana dan prasarana hukum

b.      Seharusnya politik tunduk pada hukum bukan hukum yang tunduk pada politik.

 



                [1]Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h, 2.

                [2]Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), h. 65.

                [3]Abdul Manan, Dinamika Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2018), h. 9

                [4]Mirza Nasution, Politik Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Medan: Puspantara, 2015), h. 15.

                [5]M. Husein Maruapey, “Penegakan Hukum dan Perlindungan Negara (Analisys Kritis Terhadap Kasus Penistaan Agama Oleh Patahana Gubernur DKI Jakarta),” Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Vol VII, No. 1, Juni 2017, h. 24

                [6]Sanyoto, “Penegakan Hukum di Indonesia,” Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8, No. 3, September 2008, h. 199

                [7]Oksidelfa Yanto, Mafia Hukum (Depok: Penebar Swadaya Grup), h. 15.

                [8]Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2008)

                [9]J.E Sahetapy, Runtuhnya Etik Hukum (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), h. 108.

                [10]M. Shohibul Itmam, “Hukum Islam dalam Pergumulan Politik Hukum Nasional Era Reformasi,” Al-Tahrir, Vol. 13, No. 2, November 2013, h, 283

                [11]Hafid Zakariya, Hernawan Santosa, et.al., “Pengaruh Hukum dan Politik terhadap Perkembangan Investasi Asing di Indonesia,” Jurnal Serambi Hukum, Vol. 10, No. 02, Agustus 2016, h. 78

                [12]Petrus Soerjowinoto, Ilmu Hukum Suatu Pengantar (Surabaya: CV. Garuda Mas Sejahtera, 2018), h. 28

                [13]Peter Mahmud amarzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2017), h. 76

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama