BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian sebagai bagian dari proses
pengembangan ilmu pengetahuan menempati kedudukan yang sangat penting dan perlu
dijadikan tradisi dalam kegiatan akademik. Lembaga pendidikan tinggi dikatakan
tidak melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dengan baik, jika tidak mendorong
serta mendukung kegiatan ilmiah penelitian dan publikasi ilmiah, serta
mendorong pengembangan hal-hal baru yang aktual mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sesuai bidang keilmuan masing-masing. Perguruan
Tinggi sebagai “rumah” bagi dosen dan mahasiswa telah mencanangkan penelitian
sebagai salah satu bentuk darma Perguruan Tinggi yang harus dilaksanakan setiap
tahunnya. Publikasi karya ilmiah menjadi agenda penting bagi para akademisi dan
mahasiswa, bukan hanya sebagai prasyarat semata tetapi hal tersebut juga
dilakukan untuk masa depan bangsa Indonesia.[1]
Penelitian ilmu hukum merupakan
penelitian yang doktrinal karena keilmuan hukum bersifat preskriptif, dan bukan
deskriptif sebagaimana ilmu alamiah eksakta maupun ilmu sosial humaniora
lainnya. Makna Preskriptif yakni bersifat memberi petunjuk/berdasarkan
ketentuan resmi yang berlaku. Preskripsi yakni menyatakan apa yang diharuskan
oleh hukum. Berbeda dengan sifat deskriptif yang berisi pemaparan/penggambaran
dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. Deskriptif maknanya bersifat
deskripsi, bersifat menggambarkan apa adanya sesuai fakta dan data yang
ditemukan. Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
asas, prinsip hukum maupun doktrin dalam hukum untuk menjawab isu hukum yang
dihadapi. Hal ini sejalan dengan karakter preskriptif ilmu hukum. Dan berbeda
dengan penelitian yang dilakukan dalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang
menguji kebenaran ada tidaknya suatu fakta disebabkan oleh suatu faktor
tertentu. Sehingga penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,
teori, konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
terhadap permasalahan hukum. Penelitian hukum mempunyai peran yang sangat
penting dalam kerangka pengembangan ilmu hukum dan merupakan salah satu faktor
penyebab dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum yang terjadi baik secara
teoritis maupun secara praktis dalam masyarakat.[2]
Perkembangan penelitian hukum dewasa ini
menunjukkan bahwa penelitian hukum menjadi bagian penting dalam pembangunan
hukum nasional. Penelitian hukum tidak saja dihajatkan untuk kepentingan
akademis ilmu hukum pada pendidikan hukum semata, tetapi juga kepentingan
praktis penyelenggara negara dan pemerintahan serta dunia swasta (bisnis)
memerlukan penelitian hukum, bahkan semua profesi di bidang hukum (polisi,
jaksa, hakim, advokat, notaris, konsultan hukum dan lain-lain) juga melakukan
kegiatan-kegiatan penelitian hukum sesuai dengan kebutuhan kum secara umum
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum
empiris. Namun demikian dalam praktek penelitian hukum di Indonesia dibagi
menjadi 3 (tiga) jenis penelitian hukum yakni:
a.
penelitian
hukum normatif
b.
penelitian hukum empiris dan
c.
penelitian
hukum normatif-empiris
Istilah
penelitian hukum normatif berasal dari bahasa Inggris, normatif legal research,
dan bahasa Belanda yaitu normatif juridish onderzoek. Penelitian hukum normatif
atau penelitian hukum doctrinal atau penelitian hukum dogmatik atau penelitian
legistis yang dalam kepustakaan Anglo America disebut sebagai legal research
merupakan penelitian internal dalam disiplin ilmu hukum.[3]
Penelitian hukum
normatif (legal research) biasanya “hanya” merupakan studi dokumen, yakni
menggunakan sumber bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan,
keputusan/ketetapan pengadilan, kontrak/perjanjian/akad, teori hukum, dan
pendapat para sarjana. Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah
penelitian hukum doktrinal, juga disebut sebagai penelitian kepustakaan atau
studi dokumen.[4]
Penelitian hukum normatif seringkali menggunakan data sekunder (bahan
kepustakaan), penyusun kerangka teoritis yang bersifat tentatif (skema) dapat
ditinggalkan, tetapi penyusun kerangka konsepsional mutlak diperlukan. Di dalam
menyusun kerangka konsepsional, dapat dipergunakan perumusanperumusan yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penelitian.
Bahkan ada yang menyatakan bahwa penelitian hukum normatif tidak diperlukan
hipotesis, jika ada hanya hipotesis kerja. Dikarenakan konsekuensi hanya
menggunakan data sekunder, maka pada penelitian hukum normatif tidak diperlukan
sampling, karena data sekunder (sebagai sumber utamanya) memiliki bobot dan
kualitas tersendiri yang tidak bisa diganti dengan data jenis lainnya. Biasanya
penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisisnya. Salah satu kekurangan
penelitian normatif adalah seorang peneliti seringkali karena ketertarikannya
pada pengolahan data, sehingga dia melupakan analisisnya. Akhirnya, hasil
penelitian tersebut bersifat deskriptif belaka, yang mungkin diselingi dengan
kesimpulan-kesimpulan yang pada hakikatnya merupakan reformulasi dari hasil
penemuan penemuan.[5]
B.
Rumusan Masalah
Berdaarkan
dari latar belakang diatas maka di dapatkan rumusan masalah antara lain Bagaimana
karasteristik penelitaian hukum normatif yang meliputi defenisi, ruang
liangkup, manfaat, pendakatan, jenis danbahan hukum penelitian normatif.
C.
Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan ini adala untuk mengetahui bagaimna karasteristik penelitian hukum normatif yang meliputi defenisi, ruang liangkup, manfaat, pendakatan, jenis dan bahan penelitiahan hukum normatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Penelitian Hukum Normatif
Saefullah
Wiradipradja menguraikan bahwa, penelitian hukum normatif merupakan “penelitian
hukum yang mengkaji norma hukum positif sebagai obyek kajiannya”. Dalam
penelitian hukum normatif, hukum tidak lagi dipandang sebagai sebuah hal yang
bersifat utopia semata tetapi telah terlembaga dan telah ditulis dalam bentuk
norma, asas dan lembaga hukum yang ada. Penelitian hukum normatif disebut juga
sebagai penelitian hukum dogmatik yang mengkaji, memelihara dan mengembangkan
bangunan hukum positif dengan bangunan logika.[6]
Ahmad
Mukti Fajar ND dan Yulianto menjelaskan pengertian penelitian hukum normatif
adalah “penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sistem norma. Sistem
norma yang dimaksud adalah mengenai asasasas, norma, kaidah, dari peraturan
perundangundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).[7]
Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, menjelaskan penelitian hukum normatif adalah
“penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data
sekunder). Dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum
kepustakaan (di samping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang
terutama meneliti data primer)”.[8]
Berdasarkan
uraian pendapat para ahli di atas, dapat diartikan bahwa penelitian hukum
normatif adalah proses penelitian untuk meneliti dan mengkaji tentang hukum
sebagai norma, aturan, asas hukum, prinsip hukum, doktrin hukum, teori hukum
dan kepustakaan lainnya untuk menjawab permasalahan hukum yang diteliti. Oleh
karena itu, berdasarkan pendapat di atas, penelitian hukum normatif biasanya
“hanya” merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber bahan hukum yang
berupa peraturan perundang-undangan, keputusan/ketetapan pengadilan, kontrak/
perjanjian/ akad, asas dan prinsip hukum, teori hukum, dan doktrin/pendapat
para ahli hukum
B. Ruang Liangkup Penelitian Hukum Normatif
Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, menguraikan jenis penelitian hukum normatif atau
kepustakaan mencakup;
a.
Penelitian
terhadap asas-asas hukum.
b.
Penelitian
terhadap sistematika hukum.
c.
Penelitian
terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal.
d.
Penelitian
perbandingan hukum dan
e.
Penelitian
sejarah hukum.[9]
Penelitian
hukum normatif secara garis besar akan ditujukan pada:
a.
penelitian
terhadap azas-azas hukum, yaitu; penelitian terhadap unsur-unsur hukum baik
unsur ideal (norm-wissenschaft/sollenwissenchaff) yang menghasilkan
kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum dan unsur nyata
(tatsachenwissenschaff/ seinwissenschaff) yang menghasilkan tata hukum
tertentu.
b.
Penelitian
terhadap sistematika hukum, yaitu mengadakan identifikasi terhadap pengertian
pokok dalam hukum seperti subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum
dalam peraturan perundang-undangan.
c.
Penelitian
terhadap sinkronisasi hukum; yang dapat dilakukan baik sinkronisasi secara
vertikal ataupun secara horizontal yaitu meneliti keserasian hukum positif
(peraturan perundang-undangan) agar tidak bertentangan berdasarkan hierarki
perundang- undangan (stufenbau theory).
d.
Penelitian
terhadap perbandingan hukum yaitu membangun pengetahuan umum mengenai hukum
positif dengan membandingkan sistem hukum disuatu Negara dengan sistem hukum di
Negara lainnya.
e.
Penelitian
sejarah hukum, yaitu meneliti perkembangan hukum positif (peraturan perundang-
undangan) dalam kurun waktu tertentu (misalnya hukum tanah), perkawinan,
perpajakan, perusahaan dan sebagainya).[10]
Berdasarkan pendapat Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji di atas dapat diuraikan contoh:
a.
penelitian terhadap azas-azas hukum. Misalnya
penelitian terhadap hukum positif yang tertulis atau penelitian terhadap
kaidah-kaidah hukum yang hidup di dalam masyarakat.
b.
Penelitian
terhadap sistematika hukum. Misalnya dilakukan dengan menelaah pengertian dasar
dari sistem hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.
c.
Penelitian
terhadap sinkronisasi hukum. Sinkronisasi secara vertikal merupakan
sinkronisasi yang didasarkan atas hirarki suatu peraturan perundang- undangan.
Misalnya, antara Undang-Undang Dasar 1945 dengan Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden dan Peraturan Daerah.
Sedangkan sinkronisasi horizontal, merupakan sinkronisasi terhadap peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai bidang yang mempunyai
hubungan fungsional, konsisten yang sama derajatnya, misalnya; sinkronisasi
antara Undang-Undang dengan Undang-Undang lain yang mengatur hal yang sama,
atau Peraturan Pemerintah yang satu dengan Peraturan Pemerintah yang lainnya.
d.
Penelitian
terhadap perbandingan hukum. Misalnya penelitian yang menekankan dan mencari
adanya persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada pada berbagai sistem hukum,
misalnya perbandingan antara hukum adat dengan hukum Islam, perbandingan sistem
hukum perkawinan Indonesia dengan Malaysia, perbandingan pendaftaran tanah di
Indonesia dengan Amerika, Perbandingan pengaturan perbankan konvensional dengan
perbankan syariah, perbandingan sistem pemerintahan Indonesia dengan Brunai
Darussalam, Perbandingan sistem Pidana Indonesia dengan Saudi Arabia, dan
lain-lain.
e.
Penelitian
sejarah hukum. Misalnya perkembangan hukum positif (peraturan
perundang-undangan) dalam kurun waktu tertentu (misalnya hukum tanah),
perkawinan, perpajakan, perusahaan, sejarah pembentukan hukum, sejarah
pembentukan peraturan perundang-undangan tertentu, sejarah konstitusi
Indonesia, sejarah otonomi daerah di Indonesia, sejarah pengaturan perusahaan,
sejarah pengaturan perbankan, sejarah kodifikasi hukum, dan lain-lain.[11]
Sementara Ronny Hanitijo Soemitro menjelaskan
jenis-jenis penelitian hukum normatif
(legal research) meliputi:
a.
Penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif,
b.
Penelitian
yang berupa usaha-usaha penemuan asas- asas dan falsafah dasar (dogma atau
doktrin) hukum positif.
c.
Penelitian
berupa usaha penemuan hukum in concreto yang sesuai untuk diterapkan guna
menyelesaikan suatu permasalahan tertentu.[12]
Penelitian hukum normatif menurut Ronny Hannitijo
Soemitro, meliputi:
a.
Penelitian yang berupa inventarisasi hukum
positif.
b.
Penelitian
menemukan asas-asas hukum dan penelitian terhadap asas-asas hukum.
c.
Penelitian
hukum klinis atau penelitian untuk menemukan hukum in concreto.
d.
Penelitian
mengenai sistematika intern dari perundang-undangan hukum positif.
e.
Penelitian
terhadap taraf singkronisasi vertikal dan sinkronisasi horizontal dari
peraturan perundang- undangan hukum positif.[13]
Amiruddin
dan Zainal Asikin menjelaskan penelitian hukum dapat dibedakan kedalam dua
golongan besar yaitu:
1.
Penelitian
hukum normatif, yang terdiri dari:
a.
penelitian
inventarisasi hukum positif,
b.
penelitian
asas-asas hukum,
c.
penelitian
hukum klinis,
d.
penelitian
hukum yang mengkaji sistematika peraturan perundang-undangan,
e.
penelitian
yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan perundang-undangan,
f.
penelitian
perbandingan hukum,
g.
penelitian
sejarah hukum.
2.
Penelitian
hukum yang sosiologis yang terdiri dari;
a.
Penelitian
berlakunya hukum
1.
Penelitian
efektivitas hukum,
2.
Penelitian
dampak berlakunya hukum.
b.
penelitian
identifikasi hukum tidak tertulis.[14]
Sutandyo
Wigyosubroto menguraikan bahwa,72 Penelitian doctrinal dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian yaitu:
a.
Penelitian
doctrinal yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai asas hukum alam dalam
sistem moral menurut sistem hukum alam.
b.
Penelitian
doctrinal yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah
perundang-undangan menurut doktrin positivisme.
c.
Penelitian
doctrinal yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai putusan hakim in
concreto menurut doktrin realisme.[15]
Penelitian
hukum normatif lebih fokus pada lingkup konsepsi hukum, asas hukum dan kaidah
hukum (peraturan), tidak sampai pada prilaku manusia yang menerapkan peraturan
atau penerapan hukum dalam pelaksanaannya pada lembaga-lembaga hukum atau
masyarakat. Penelitian hukum normatif menempatkan sistem norma sebagai objek
kajiannya. Sistem norma yang dimaksud sebagai obyek kajian adalah seluruh unsur
norma hukum yang berisi nilai-nilai tentang bagaimana seharusnya manusia
bertingkah laku. Beberapa unsur-unsur norma hukum yang dapat menjadi objek
kajian penelitian hukum normatif adalah sebagai berikut:
a.
Norma
dasar,
b.
Asas-asas
hukum,
c.
Peraturan
perundang-undangan,
d.
Peraturan
lembaga-lembaga Negara,
e.
Peraturan
lembaga-lembaga hukum,
f.
Doktrin
atau ajaran hukum,
g.
Dokumen
perjanjian (kontrak),
h.
Putusan
pengadilan,
i.
Keputusan
Pejabat,
j.
Segala
bentuk dokumen hukum yang dibuat secara formal dan mempunyai kekuatan mengikat.[16]
C. Manfaat Penelitian Hukum Normatif
Beberapa
manfaat dari penelitian hukum normatif diantaranya adalah:
a.
menentukan
hubungan dan status hukum para pihak dalam sebuah peristiwa hukum
b.
memberikan
penilaian (justifikasi) hukum terhadap suatu peristiwa hukum. Apakah benar atau
salah atau apa yang sebaiknya menurut hukum.
c.
meluruskan
dan menjaga konsistensi dari sistem norma terhadap norma dasar, asas-asas,
doktrin, peraturan perundang-undangan.[17]
D. Pendakatan
Penelitian Hukum Normatif
Johnny Ibrahim membagi pendekatan
penelitian hukum normatif menjadi tujuh pendekatan, yang meliputi:
a.
Pendekatan
perundang-undangan;
b.
Pendekatan
konseptual;
c.
Pendekatan
analitis;
d.
Pendekatan perbandingan;
e.
Pendekatan
historis;
f.
Pendekatan
filsafat;
g.
Pendekatan
kasus.78
Peter
Mahmud Marzuki dalam bukunya Penelitian Hukum tidak menyebut pendekatan dalam
penelitian hukum normatif tetapi pendekatan dalam penelitian hukum artinya
untuk semua jenis penelitian hukum. Beberapa pendekatan yang lazim digunakan
dalam penelitian hukum (normatif) adalah sebagai berikut:
a.
Pendekatan
per-undang-undangan (statute approach), Pendekatan ini dilakukan dengan
menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang terkait dengan
isu hukum yang sedang bahas (diteliti). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) akan dilihat hukum
sebagai suatu sistem yang tertutup yang mempunyai sifat sebagai berikut :[18]
1.
Comprehensive artinya
norma-norma hukum yang ada didalamnya terkait antara yang satu dengan yang
lainnya secara logis;
2.
All-iclusive bahwa kumpulan
norma hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada sehingga
tidak akan ada kekurangan hukum;
3.
Sistematic bahwa di
samping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga
tersusun secara sistematis.
b.
Pendekatan
kasus (case approach), Pendekatan ini dilakukan dengan cara
melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi
yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap.
c.
Pendekatan
historis (historical approach), Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah latar
belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang
dihadapi.
d.
Pendekatan komparatif (comparative approach),[19] Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan
sistem hukum, atau Undang-Undang suatu negara dengan Undang-Undang dari satu
atau lebih negara lain mengenai hal yang sama, termasuk juga terhadap putusan
pengadilan. Dalam perbandingan hukum dapat dilakukan perbandingan secara khusus
atau perbandingan secara umum. Perbandingan dilakukan untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan dari masing-masing.
e.
Pendekatan
konseptual (conceptual approach) Pendekatan ini beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum[20]
Pendekatan penelitian dipilih dalam rangka mencari jawaban atas isu-isu hukum
dalam suatu penelitian hukum. Oleh karena itu, kesesuaian antara pendekatan
dengan isu hukum merupakan pertimbangan utama dalam melakukan pemilihannya. Di
samping itu, ada beberapa pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian hukum
normatif diantaranya;
f.
Pendekatan
Filsafat (Philosophical Approach) Sifat
filsafat yang menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, penjelajah filsafat akan
mengupas isu hukum (legal issue) dalam penelitian normatif secara radikal dan
mengupas secara mendalam. Socrates pernah mengatakan bahwa tugas filsafat
sebenarnya bukan menjawab pertanyaan yang diajukan, tetapi mempersoalkan
jawaban yang diberikan. Penjelajahan dalam pendekatan filsafat ini meliputi ajaran
ontologisme (ajaran tentang hakikat), aksiologis (ajaran tentang nilai),
epistimologis (ajaran tentang pengetahuan), telelogis (ajaran tentang tujuan)
yang digunakan untuk menjelaskan secara mendalam sejauh dimungkinkan oleh pencapaian
pengetahuan manusia.[21]
g.
Pendekatan
kasus (case approach) Pendekatan ini
bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang
dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus
sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara- perkara
yang menjadi fokus penelitian85.
h.
Pendekatan
analitis (analytical approach) Maksud
pendekatan analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung
oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara
konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan
putusan-putusan hukum. Hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan. Pertama, sang
peneliti berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam aturan hukum yang
bersangkutan. Kedua, menguji istilah-istilah hukum tersebut dalam praktik
melalui analisis terhadap putusan-putusan hukum. Sehingga pada dasarnya tugas
analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaidah hukum,
sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.[22]
E. Jenis dan
bahan Penelitian Hukum Normatif
Soerjono Soekanto tidak menggunakan
bahan hukum, tetapi menggunakan istilah data sekunder atau data kepustakaan,
yang didalamnya mengandung istilah bahan hukum. Sedangkan Peter Mahmud Marzuki,
menggunakan istilah bahan hukum dan tidak menggunakan kata data. Pemilihan
istilah ini dikarenakan ada perbedaan antara data dengan bahan hukum. Beberapa
perbedaannya antara lain:
a.
Istilah
bahan adalah terjemahan dari bahasa Inggris yang disebut material. Sementara
data lebih bersifat informasi.
b.
Bahan/material
hukum semua sudah ada dalam aturan hukum itu sendiri, sedangkan data merupakan
informasi yang perlu dicari diluar sistem hukum.
c.
Bahan
digunakan untuk istilah bagi sesuatu yang normatif dokumentatif, bahan
penelitian hukum dicari dengan cara penelitian kepustakaan. Sedangkan data
digunakan untuk sesuatu yang informatif empiris dalam penelitian yuridis
empiris yang harus dicari melalui pengamatan atau observasi ke dunia nyata
dalam praktek hukum atau pelaksanaan hukum di masyarakat atau lembaga
hukum.
Bahan hukum atau data sekunder diperinci dalam
berbagai macam tingkatan, yaitu;[23]
a.
Bahan
hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan,
risalah resmi, putusan pengadilan dan dokumen resmi Negara.
b.
Bahan
hukum sekunder, bahan hukum yang terdiri atas; buku hukum, jurnal hukum yang
berisi prinsip- prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum
(doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum. Wawancara
dengan nara sumber ahli hukum untuk memberikan pendapat hukum tentang suatu
peristiwa atau fenomena hukum bisa diartikan sebagai bahan hukum sekunder, namun
demikian perlu dilihat kapasitas keilmuan dan seyogianya tidak terlibat dengan
peristiwa tersebut agar komentar yang diberikan menjadi objektif.
c.
Bahan
non-hukum, yaitu bahan penelitian yang terdiri atas buku teks bukan hukum, yang
terkait dengan penelitian seperti buku politik, buku ekonomi, data sensus,
laporan tahunan perusahaan, kamus bahasa, ensiklopedia umum. Bahan non hukum
menjadi penting karena mendukung dalam proses analisis terhadap bahan
hukum. Penelitian hukum normatif
mempunyai metode tersendiri dibandingkan dengan penelitian hukum empiris atau
penelitian ilmu sosial lainnya, hal ini berakibat pada jenis bahan hukum yang
digunakan.
Penelitian
hukum normatif diawali oleh konsep norma hukum, dalam penelitian hukum normatif
bahan hukum yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.
Bahan
hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari:
1.
Norma
atau kaedah dasar, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan Amandemennya
2.
Peraturan
Dasar yang meliputi; Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat).
3.
Peraturan
Perundang-Undangan: Dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
kemudian diubah dengan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2019 dijelaskan bahwa
Jenis dan hierarki peraturan perundang- undangan terdiri atas:
a.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.
Undang-Undang;
d.
Undang-Undang/
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
e.
Peraturan
Pemerintah;
f.
Peraturan
Presiden;
g.
Peraturan
Daerah Provinsi; dan
h.
Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. Kemudian dalam Pasal 8, dijelaskan bahwa Jenis Peraturan
Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau
komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa
atau yang setingkat.[24]
d.
Bahan
hukum yang tidak dikodifikasi, seperti hukum adat,
e.
Yurisprudensi
f.
Traktat
g.
Bahan
hukum dari zaman penjajah sampai sekarang yang masih berlaku seperti; KUHP,
KUHPerdata, KUHD dan lain-lain.
b.
Bahan
Hukum Sekunder; yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti Rancangan Undang-Undang, buku teks, hasil-hasil penelitian
dalam jurnal dan majalah, Sementara Peter Mahmud menjelaskan bahan hukum
sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi; buku teks, kamus
hukum, jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan.[25]
c.
Bahan
Hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, kamus
bahasa, ensiklopedia, dan ensiklopedia hukum. Beberapa ahli menggunakan istilah
bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang terdiri atas kamus dan
ensiklopedia. Dan penulis menggunakan istilah bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, bahan hukum tersier dan bahan non hukum. Sesuai dengan jenis
penelitiannya, maka dalam penelitian ini menggunakan jenis data sekunder berupa
bahan-bahan hukum. Menurut Amirudin dan Zainal Asikin sumber penelitian hukum
normatif hanyalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
dan tersier. Ketiga sumber bahan hukum tersebut meliputi:[26]
a.
Bahan
hukum primer yang digunakan berupa:
1.
Pancasila,
2.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
3.
Peraturan
Perundang-Undangan: 1) Ketetapan MPR 2) Undang-Undang 3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
4.
Peraturan
Pemerintah
5.
Peraturan
Presiden
6.
Peraturan
Lembaga-lembaga Negara
7.
Peraturan
Menteri
8.
Peraturan
Daerah
9.
Peraturan
Gubernur
10. Peraturan
Bupati/Walikota
11. Peraturan Desa
4. Putusan Pengadilan
12. Kontrak/Perjanjian/Akad.
b.
Bahan
hukum sekunder berupa Naskah Akademik Rancangan Undang-undang yang berkenaan
dengan penelitianahan hukum sekunder yang lain diantaranya pendapat-pendapat
para ahli hukum yang termuat dalam buku, karya ilmiah jurnal, artikel dan
jenis-jenis tulisan lainnya yang berkaitan dengan permasalah hukum yang
diteliti.
c.
Bahan
hukum tersier atau disebut juga dengan bahan nonhukum yang digunakan antara
lain adalah kamus, ensiklopedia, dan lain-lain. Informasi tertulis yang
diperoleh dari sumber- sumber di atas lazim disebut bahan hukum (law)
material). Bahan hukum secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)
golongan yaitu:
1.
Bahan
hukum primer; yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat secara
umum (peraturan perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan yang mengikat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, putusan
hakim).
2.
Bahan
hukum sekunder; yaitu bahan hukum yang member penjelasan terhadap bahan hukum
primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak dan
elektronik).
3.
Bahan
hukum tersier, yaitu bahan hukum yang member penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum dan ensiklopedia).[27]
[1]Muhaimin, Metodei Penelitian Hukum, (Mataram University Press 2020), h,
4-5.
[2]Muhaimin, Metodei Penelitian Hukum, (Mataram University Press 2020), h, 14-15.
[3]Ronny Hanitijo Soemitro, Metode
Penelitian Hukum, Metodologi Penelitian Ilmu Sosial, (Dengan Orientasi
Penelitian Bidang Hukum), Pelatihan Metodologi Ilmu Sosial, Bagian Hukum dan
Masyarakat FH Undip, 1999, h. 15.
[4]Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1996), hlm. 13
[5]Muhammad Siddiq Armia, Penentuan Metode & Pendekatan Penelitian
Hukum, (Banda Aceh : Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (Lkki), 2022), H,
13.
[6]E.Saefullah Wiradipradja, Penuntun Praktis Metode Penelitian dan
Penulisan Karya Ilmiah Hukum, (Bandung:
Keni Media,2015), h,.5.
[7]Mukti Fajar ND dan Yulianto
Achmad, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Penelitian Hukum Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h,34.
[8]Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, ( jakarta : Raja Grafindo, 1995), h. 15.
[9]Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, ( jakarta: Raja Grafindo, 1995). 14.
[10]Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ( jakarta: Raja Grafindo, 1995). 15.
[11]Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, ( jakarta: Raja Grafindo, 1995). 14.
[12]Ronny Hanitijo Soemitro, Masalah-Masalah Sosiologi Hukum, (Bandung:
Sinar Baru, 1984), h, 10
[13]Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, Metodologi
Penelitian Ilmu Sosial, (Dengan Orientasi Penelitian Bidang Hukum), Pelatihan
Metodologi Ilmu Sosial, Bagian Hukum dan Masyarakat FH Undip, 1999. h. 15
[14]Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (jakarta
: RadjaGrafindo Persada, 2004), h. 29-30
[15]Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (jakarta : RadjaGrafindo Persada, 2004), h. 147
[16]Muhaimin, Metodei Penelitian Hukum, (Mataram University Press 2020), h,52 -53.
[17]Muhaimin, Metodei Penelitian Hukum, (Mataram University Press 2020), h, 53
[18]Haryono, dalam Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif,
(Malang : Bayumedia , 2005). h. 249
[19]Menurut Peter Mahmud Pendekatan
komparatif dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum. Ibid., hlm.
172.
[20]Menurut Peter Mahmud Pendekatan
komparatif dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum. Ibid., hlm.
172.
[21]Haryono, dalam Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif,
(Malang : Bayumedia , 2005). h. 268
[22]Haryono, dalam Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif,
(Malang : Bayumedia , 2005). h. 256
[23]Muhaimin, Metodei Penelitian Hukum, (Mataram University Press 2020), h, 59
[24]Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit,
h. 13 dan Bandingkan dengan Amiruddin dan Zainal Asikin, Op. Cit, h.31.
[25]Muhaimin, Metodei Penelitian Hukum, (Mataram University Press 2020), h, 62
[26]Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari bahan-bahan tertulis. Lihat dalam: Soerjono Soekanto, Pengantar
Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), h. 11
[27]Amirudin dan H. Zaenal Asikin,
Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
h. 118