Sistem Pemerintahan pdf

Defenisi Sistem Pemerintahan

      Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata, yaitu sistem dan pemerintahan. Kata sistem dalam bahasa Inggris mengandung makna system, yang berarti tatanan, susunan, jaringan, dan cara. Sedangkan istilah sistem dalam bahasa Yunani (systema) mengandung pengertian :

  1.  sebagai keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian, dan 
  2. hubungan yang berlangsung antara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur.

     Kata sistem, juga memiliki pengertian yang bermacam-macam, sebagaimana tersebut di bawah ini.Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir.Sistem adalah keseluruhan dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antar bagian-bagian maupun hubungan struktural sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.

    Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh, di dalamnya terdapat komponen-komponen yang pada gilirannya merupakan sistem yang tersendiri. Komponen-komponen tersebut memiliki fungsi masing-masing namun tetap saling berhubungan antara satu dengan yang lain menurut pola tertentu demi tercapainya tujuan dan fungsi yang sama. Sistem adalah seperangkat komponen, elemen, unsur atau subsistem dengan segala atributnya yang satu dengan lainnya saling berkaitan, saling mempengaruhi dan saling tergantung. Kesemuanya merupakan suatu kesatuan.

Pemerintahan dari kata pemerintah, sedangkan kata pemerintah berasal dari kata perintah. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata tersebut di atas memiliki arti sebagai berikut:

Perintah adalah perkataan yang berarti menyuruh melakukan sesuatu,

Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, dan Negara.

Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.

Jadi, pengertian pemerintahan secara keseluruhan adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan (harapan) yang diperintah.

Untuk memudahkan pemahaman, dapat diidentifikasikan beberapa pengertian pemerintahan melalui pendekatan kelembagaan seagai berikut.

Pemerintah dalam arti luas adalah semua lembaga negara yang oleh konstitusi negara disebut sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Hal ini, misalnya, terdapat di Indonesia di dalam UUD 1945, segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara, kekuasaan pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi eksekutif saja melainkan juga meliputi fungsi lainnya, termasuk legislatif dan yudikatif.

Pemerintahan dalam arti sempit adalah aktivitas atau kegiatan yang diselenggarakan oleh presiden atau perdana menteri sampai level birokrasi yang paling rendah tingkatannya. Dengan demikian, pemerintah dalam arti sempit hanya mencakup penyelenggara fungsi eksekutif.

Pemerintah dalam arti pelayan adalah aktivitas penyelenggara negara yang memberikan pelayanan dan melayani kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan beberapa pengertian sistem ini, apabila kita kaitkan dengan pemerintahan, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

Maksud dari keseluruhan yang utuh dan bulat adalah pemerintah.

Komponen-komponen pemerintah yaitu, lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Masing-masing memiliki fungsi yang berkaitan dan berhubungan dalam mencapai tujuan pemerintah negara.

Masing-masing lembaga tersebut di atas, sebenarnya merupakan sebuah sistem. Dengan kata lain, dibawah strukturnya terdapat subsistem lagi, yaitu berupa departemen-departemen dan lembaga-lembaga non-departemen yang masing-masing memilliki tugas dan fungsi khusus.

Ryas Rasyid mengemukakan bahwa pemerintahan sebagai suatu sistem mencakup tiga komponen utama:

Suatu sistem pemerintahan yang memiliki aturan.

Dalam pemerintahan Indonesia ada yang disebut dengan tata urutan perundang-undangan. Dari mulai yang tertinggi UUD 45, ketetapan MPR (DPR/DPD), undang-undang, Peraturan Pemerintah sampai pada peraturan yang lebih rendah lainnya. Aturan-aturan tersebut menjadi konstitusi sebuah negara serta menjadi mekanisme atur tata laku pemerintah.

Adanya lembaga-lembaga.

Merujuk pada trias politika, maka dalam sebuah sistem pemerintahan terdapat lembaga legislatif (DPR/DPD yang ada di MPR) yang bertugas merumuskan peraturan dan perundang-undangan. Lembaga eksekutif bertugas menjalankan undang-undang atau peraturan. Lembaga yudikatif (pengadilan) bertugas sebagai lembaga penegak keadilan.

Pelaku (khususnya pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan yang melekat pada lembaga-lembaga), sejumlah birokrasi dan pejabat politik sebagai pelaku dan penanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan tadi

Jenis- Jenis Sistem Pemerintahan

Suatu negara menerapkan sistem pemerintahan yang berbeda dengan negara lain. Hal ini disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda sehingga melahirkan sistem presidensil atau parlementer. Situasi menunjuk pada sejarah perjuangan bangsa tersebut, dan kondisi menunjuk pada karakteristik penduduk, adat-istiadat, keibasaan, dan letak geografis negara yang bersangkutan. Pada dasarnya sistem pemerintahan yang dilakukan di negara-negara demokrasi menganut sistem presidensial atau parlementer. Kedua sistem tersebut memiliki beberapa bentuk variasi.

Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan-pemerintahan lain dianggap sebagai kombinasi dari dua sistem pemerintahan di atas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari sistem pemerintahan parlementer. Bahkan, Inggris dianggap dan disebut sebagai mother of parliaments (induk parlemen). Sementara itu, Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.

Kedua negara tersebut dianggap sebagai tipe ideal karena menetapkan ciri-ciri yang ideal dari sistem pemerintahan yang dijalankan. Inggris merupakan negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer, sedangkan Amerika merupakan pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prisip dari sistem pemerintahan, sehingga kemudian diadopsi oleh negara-negara lain di belahan dunia.

Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan langsung badan legislatif

Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem pemerintahan parlementer ialah sisitem pemerintahn yang tugas pemerintannya dipertanggung jawabkan oleh para menteri ke parlemen-parlemen dapat menjatuhkan mosi tidak percaya pada kabinet, tetapi pemerintah juga tidak dapat membubarkan parlemen apabiala parlemen dianggap tidak mewakili kehendak rakyat. Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan diseluruh dunia. Sistem pemerintah ini pertama kali lahir dan dilaksanakan di Inggris. Oleh karena itu, jika hendak menganalisis sistem pemerintahan parlementer sebaiknya dimulai dengan mengacu kepada berbagai lembaga dalam sisitem politik Inggris, tidak hanya merujuk kepada lembaga-lembaga politik, anlisis juga mengacu kepada pengalaman Inggris dalam menganut sistem pemerintahan parlementer.

Berdasarkan sejarah perkembangan sistem pemerintahan Inggris, sistem pemerintahan parlementer tumbuh melalui suatu perjalanan sejarah ketatanegaraan Inggris yang panjang. Munculnya kabinet modern Inggris umunnya dikaitkan dengan kekuasaan partai Whings era pemerintahan Wiliam Walpole ( 1721-1742). Meski fakta itu dianggap benar masih perlu mundur jauh kebelakang untuk menyelusuri asal-usul kabinet modern yang sebenarnya. Sebelumnya raja menggabungkan kekuasaan Negara (law giver, the executor of the law, and the judge) dalam jabatannya. Di bawah kekuasaan wiliam I dibentuk the great council untuk membantu raja menjalankan tiga kekuasaan itu.  Dalam sejarah Inggris, sistem ini dikembangkan karena adanya keperluan politis yang mendesak, sehingga perkembangannya tidaklah didasarkan atas tutuntutan konstitusi, hukum, dan teori poliktik praktik mengenai ini berkembang mendahului teori yang dibuat. Pada mulanya, kabinet dibentuk sebagai suatu dewan pelayan rahasia ataupun dewan pelaksana perintah dari para raja dalam menjalankan pemerintah Negara

Karakteristik sistem pemerintahan parlementer antara lain yaitu:

Hubungan antara lembaga parlemen dan pemerintah tidak murni terpisahkan;

Fungsi eksekutif dibagi kepada dua bagian, yaitu kepala pemerintah dan kepala Negara;

Kepala pemerintah andiangkat oleh kepala Negara;

Kepala pemerintahan mengangkat menteri-menteri sebagi satu-kesatuan institusi yang bersifat kolektif;

Menteri biasanya berasal dari anggota parlemen;

Pemerintah berrtanggung jawab kepada parlemenm bukan kepada rakyat pemilih karena, pemerintah tidak dipilih oleh rakyat pemerintah juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui parlemen;

Kepala pemerintahan dapat meemeberikan pendapat kepada kepala Negara untuk membubarkan parlemen;

Dianutnya prinsip supermasi parlemen sehingga kedudukan parlemen dianggap lebih tinggi dari pada bagian-bagian dari pemerintahan;

Sistem kekuasaan negaraterpusat pada parlemen.

Kelebihan dari sistem pemerintahan parlementer diantaranya sebagai berikut:

Pembuat kebijakan dapat ditangani secarakarena mudah terjadi penyesuaian pendapat anatara eksekutif dan legislative. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai;

Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas;

Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga cabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan;

Sistem pertanggung jawaban eksekutif jelas, yaitu kepada parlemen;

Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan sangat besar sehingga suara rakyat sangat didengarkan oleh parlemen.

Adapun kekurangan sistem pemerintahan parlementer diantaranya sebagai berikut:

Kedudukan badan eksekutif /kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen;

Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar;

Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar di parlamen dan partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen;

Parlemen menjadi tempat kaderasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya;

Keberhasilan sangat sulit dicapai jika partai di Negara tersebut sangat banyak (banyak suara).

Sistem Pemerintahan Presidensial

Sistem pemerintahan parlementer terkait dengan perkembangan sistem parlementer Inggris, sistem pemerintahan Presidensial tidak dapat dipisahkan dari Amerika Serikat. Dalam berbagai literatur dinyatakan, Amerika Serikat bukan saja sebagai tanah kelahiran sistem pemerintahan Presidensial, tetapi juga menjadi contoh ideal karena telah memenuhi hampir kriteria yang ada dalam sistem pemerintahan Presidensial. Oleh karena itu, jika hendak melakukan pengkajian mengenai pemerintahan Presidensial, maka ada baiknya dimulai menelaah dengan sistem Amerika Serikat. Berbeda dengan sejarah dengan sistem pemerintahan Presidensial tidak dibangun dengan melalui proses evolusi yang lambat dan panjang. Kelahiran dengan sistem pemerinahan Presidensial tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Amerika Serikat dalam menentang dan melepaskan diri dari colonial Inggris serta sejarah singkat pembentukan konstitusi Amerika Serikat.

Latar belakang dianutnya sistem pemerintahan Presidensial di Amerika Serikat ialah karena kebencian rakyat terhadap pemerintahan raja George III sehingga mereka tidak menghendaki bentuk Negara monarki dan untuk mewujudkan kemerdekaan dari kemerdekaan Inggris, maka mereka lebih suka mengikuti jejak Montesquieu dengan mengadakan pemisahan kekuasaan yang satu akan melebihi kekuasaan yang lainnya, karena dalam trias politika itu terdapat sistem check and balance.

Pada era abad ke-19 sampaiawal abad ke-21, kajian atas sistem pemerintahan Presidensal memasuki dimensi yang lebih luas. gelombang studi mengenai sistem pemerintaan Presidensial pada tahun 1990 sampai awal abad ke-21 terus mengalami perkembangan. secara umum, pada priode ini terdapat empat gelombang pemikiran dan studi mengenai sistem pemerintahan Presidensial, yaitu:

Gelombang pertama,ditandai oleh suatu variabel penjelas, yaitu berbentuk pemerintahan (tipe rezim) dan variabel pertama yakni keberhasilan konsolidasi demokrasi.

Gelombang kedua, ditandai dengan variabel penjelas, yakni tipe rezim ditambah dengan sistem kepartaian dan/atau leadership powers dan variabel perantara yaitu good govermance yang pada umumnya bertentangan dengan variabel perantara konsolidasi demokrasi.

Gelombang ke tiga, berbeda dengan gelombang pertama dan kedua, pada gelombang ketiga ini ditandai dengan pengaruh teori-teori ilmu politik. dalam hal ini, manfaat- manfaat rezim Presidensial tidak lagi menjadi satu-satunya focus studi.

Gelombang keempat, penguatan paradigma good govermance semakin mensyaratkan perubahan-perubahan struktural dan fungsi pada level sistem pemerintahan.

Sistem pemerintahan Presidensial tidak hanya meletakkan Presiden sebagai pusat kekuasaan eksekutif, tetapi juga sebagai kekuasaan negara. artinya, Presiden tidak hanya sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga sebagai kepala negara. itulah sebabnya kekuasaan Presiden tidak hanya menyentuh wilayah kekuasaan eksekutif, tetapi juga merambah pada fungsi legislasi dan kewenangan dibidang yudikatif. Dengan kekuasaan Presiden yang begitu luas, jika dalam sistem pemerintahan parlementer objek yang diperebutkan ialah parlemen, maka dalam sistem pemerintahan Presidensial tidak satupun lembaga negara yang menjadi fokus kekuasaan, peran dan karakter individu Presiden lebih menonjol dibandingkan dengan peran kelompok, oganisasi, atau partai politik yang ada dalam negara. Oleh karena itu, mayoritas para ahli dalam menguraikan sistem pemerintahan Presidensial cenderung menghadapkan posisi Presiden dengan lembaga legislative.

Berikut ini karakteristik umum yang menggambarkan sistem pemerintahan Presidensial tersebut, yaitu:

Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislative;

Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif Presiden tidak terbagi dan hanya ada Presiden dan Wakil Presiden saja;

Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala Negara adalah kepala pemerintahan;

Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau bawahan yang bertanggungjawab kepadanya;

Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya;

Presiden tidak dapat membubarkan atau memeksa parlemen;

Jika dalam sistem pemerintahan parlementer berlaku prinsip supermasi parlemen, maka dalam sistem pemerintaha Presidensial berlaku sistem atau prinsif supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggungjawab kepada konstitusi;

Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat;

Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem pemerintahan parlementer yang terpusat pada parlemen.

Berdasarkan karakter yang dikemukakan di atas, hampir semua ahli sepakat bahwa salah satu sistem pemerintahan Presidensial yang utama adalah Presiden memegang fungsi ganda, yaitu sebagai kepala negara dan sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Meski sulit untk membedakannya secara jelas, senagai kepala negara, jabatan Presiden dapat dikatakan sebagai simbol negara. Dalam kekuasaan eksekuti sebagai kepala pemerintahan, Presiden merupakan pemegang kekuasaan tunggal dan tertinggi. Presiden tidak hanya sekedar memilih anggota kabinet, tetapi juga berperan penting dalam pengambilan keputusan dalam kabinet. Terkait dengan hal itu, segala keputusan-keputusan penting dalam sitem pemerintahan Presidensial dapat dibuat dengan atau tanpa pertimbangan anggota kabinet. Kondisi ini jelas berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer yang tidak memungkinkan Perdana Menteri membuat semua keputusan penting tanpa melibatkan anggota kabinet.

Di luar fungsi ganda yang dipegang oleh Presiden, karakter sitem pemerintahan Presidensial dapat juga dilihat dari pola hubungan antara lenbaga eksekutif dengan lembaga legislatif. Pola hubungan itu sudah bisa dilacak dengan adanya pemilihan umum yang terpisah untuk memilih Presiden dan anggota legislatif. Sistem pemerintahan Presidensial murni menggunakan sistem yagn antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif bersifat independen antara satu dengan yang lainnya, karena masing-masing cabang kekuasaan ini mendapat mandat langsung dari rakyat.

Dengan pemisahan lebih jelas antara pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif dalam sistem pemerintahan Presidensial, pembentukan pemerintah tidak tergantung pada proses politik di lembaga legislatif. Jika dalam sitem pemerintahan parlementer eksekutif sangat tergantung pada dukungan parlemen, maka dalam sistem pemerintahan Presidensial dibangun dalam prinsif pemisahan kekuasaan yang jelas antara pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif. Tidak hanya itu, dengan adanya pemisahan kekuasaan, sistem pemerintahan Presidensial adalah sitem pemerintahan yang dibatasi.

Kelebihan dari sistem pemerintahan Presidensial diantaranya sebagai berikut: 

Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlamen;

Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun, Presiden Indonesia adalah 5 tahun dan Presiden Philipina adalah 6 tahun;

Penyusunan program kerja kabinet muda di sesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya;

Legisltif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif  karena dapat di isi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri;

Sering terjadi ketidaksamaan garis politik antara badan yudikatif dan eksekutif. Kekuasaan yudikatif pun terpisah dari kekuasaan lainnya karena pemilihan anggota-anggota badan perwakilan rakyat terpisah dari pemilihan anggota badan eksekutif;

Pemerintah dapat leluasa karena tidak ada baying-bayang krisis cabinet;

Seorang mentri tidak dapat di jatuhkan parlamen karena bertanggung jawab terhadap presiden.

Adapun kekurangan dari sistem pemerintahan Presidensial sebagai berikut;

Kekuasaan Eksekutif di luar penguasaan langsung Legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan Mutlak;

Sistem pertanggung jawaban kurang jelas;

Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umunya hasil tawar menawar antara Eksekutif dan Legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama;

Pembuatan keputusan memerlukan waktu lama;

Pengawasan rakyat lemah;

Pengaruh rakyat dalam kebijakan politik negara kurang mendapat perhatian.

Sistem Pemerintahan Islam

a. Defenisi Sistem Pemerintahan Islam

Menurut Hasan al-Banna sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdul  Qadir Abu Faris, pemerintahan Islam adalah pemerintah yang terdiri dari  pejabat-pejabat pemerintah yang beragama Islam, melaksanakan  kewajibankewajiban agama Islam dan tidak melakukan maksiat secara terang-terangan, melaksanakan hukum-hukum dan ajaran-ajaran agama Islam.

Sistem pemerintahan yang pernah dipraktikkan dalam Islam sangat terkait dengan kondisi konstektual yang dialami oleh masing-masing-umat. Dalam rentang waktu yang sangat panjang sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang, umat Islam pernah mempraktekkan beberapa sistem pemerintahan yang meliputi sistem pemerintahan khilafah (khilafah berdasarkan syura dan khilafah monarki), imamah, monarki dan demokrasi.

Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial, sehingga kekhalifahan Islam meliputi berbagai suku dan bangsa. Ikatan yang mempersatukan kekhalifahan adalah Islam sebagai agama. Pada intinya, khilafah merupakan kepemimpinan umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi Saw. Dalam bahasa Ibn Khaldun,  kekhalifahan adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di  dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan memikul da'wah Islam ke seluruh dunia. Menegakkan khilafah adalah kewajiban bagi semua kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Menjalankan kewajiban yang demikian itu, sama dengan menjalankan kewajiban yang diwajibkan Allah atas semua kaum muslimin. Melalaikan berdirinya kekhalifahan merupakan maksiat (kedurhakaan) yang disiksa Allah dengan siksaan yang paling pedih. 

Berdasarkan ijma' sahabat, wajib hukumnya mendirikan kekhalifahan. Setelah Rasulullah wafat, mereka bersepakat untuk mendirikan kekhalifahan bagi Abu Bakar, kemudian Umar, Usman, dan Ali, sesudah masing-masing dari ketiganya wafat. Para sahabat telah bersepakat sepanjang hidup mereka atas kewajiban mendirikan kekhalifahan, meski mereka berbeda pendapat tentang orang yang akan dipilih sebagai khalifah, tetap mereka tidak berbeda pendapat secara mutlak mengenai berdirinya kekhalifahan. Oleh karena itu,  kekhalifahan (khilafah) adalah penegak agama dan sebagai pengatur soal-soal duniawi dipandang dari segi agama.

Jabatan ini merupakan pengganti Nabi Muhammad Saw, dengan tugas yang sama, yakni mempertahankan agama dan menjalankan kepemimpinan dunia. Lembaga ini disebut khilafah (kekhalifahan). Orang yang menjalankan tugas itu disebut khalifah. Tentang penamaan khalifah Allah masih sering muncul pertentangan. Sebagian orang membolehkannya, berdasarkan  kekhalifahan universal yang diperuntukkan seluruh anak Adam, yang  dikandung dalam firman Allah: "Sesungguhnya Dia menciptakan mereka  sebagai khalifah-khalifah". Jumhur ulama melarang memberi nama demikian,  karena menurut mereka ayat tersebut tidak bermaksud begitu. Lagi pula, Abu  Bakar menolak ketika beliau dipanggil dengan nama tersebut. "Saya bukan khalifah Allah, tapi khalifah Rasulullah".

Pemikiran Abu al-A’la al-Maududi Menyangkut Sistem Pemerintahan Islam 

Menurut Abu al-A’la al-Maududi, kekuasaan negara dilakukan oleh tiga bidang yang disebut sebagai trias politica yaitu: yudikatif, eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan menurut Abu al-A’la al-Maududi adalah teo-demokrasi, yaitu suatu sistem pemerintahan demokrasi ilahi, karena di bawah naungannya umat Islam telah diberi kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Menurutnya manusia adalah khalifah-khalifah Allah swt., di muka bumi, dia berpendapat bahwa kedudukan sebagai khalifah terbatas hanya dimiliki oleh umat Islam.

Abu al-A’la al-Maududi menjanjikan sistem pemerintahan Islam yang paripurna tanpa harus melihat kepada sistem barat. Tetapi ketika sampai pada persoalan bagaimana memilih kepala negara dan anggota-anggota majelis syura, dia menyerahkan persoalan ini kepada umat Islam untuk menempuh jalan yang mereka anggap terbaik untuk situasi dan kondisi mereka, Islam tidak mencontohkan cara tertentu untuk itu. Sementara itu, dia tidak menyatakan pendapatnya tentang masa jabatan kepala negara dan pembatasan kepala negara. Ia juga menyatakan bahwa jika kepala negara menyeleweng atau gagal melaksanakan amanat umat dia dapat dipecat oleh umat, tetapi beliau tidak menjelaskan tentang bagaimana cara memecat kepala negara, oleh siapa atau lembaga mana.

Abu al-A’la al-Maududi membenarkan pengisian jabatan kepala negara dan anggota-anggota majelis syura melalui pemilihan, tetapi dia tidak menyetujui rakyat memilih orang-orang yang mencalonkan diti, atau yang berupaya menduduki jabatan-jabatan tersebut, lebih lanjut dia juga tidak membenarkan pra calon tersebut berkampanye. 

Dalam konsep politiknya Abu al-A’la al-Maududi memberikan perlindungan terhadap alh al-dzimmi dari negara, juga memberikan hak dan kewajiban tertentu seperti hak dalam beribadah sesuai dengan ajaran agamanya. Dalam hal-hal keagamaan mereka diperintah oleh pemimpin-pemimpin agama mereka. Tetapi dalam bidang kehidupan yang lain mereka tunduk kepada hukum Islam, agama mayoritas. Warga negara non-muslim tidak dibenarkan menduduki jabatan kunci dalam pemerintahan yang menentukan kebijakan-kebijakan negara. Kewarganeraan Islam tidak didasarkan atas dasar etnis melainkan atas dasar agama. 

Pemikiran al-Ghazali Menyangkut Sistem Pemerintahan Islam 

Menurut al-Ghazali, kehidupan di dunia merupakan lading di akhirat, maka negara butuh seorang pemimpin yang menjamin terselenggaranya berbagai profesi rakyat. Al-Ghazali juga mencetuskan bahwa sultan merupakan bayangan bayangan Allah di muka bumi (zhulullah fi al-ardhi), dengan kata lain bahwa konsep dan pemikiran al-Ghazali tentang sistem pemerintahan ini dapat dikatakan sistem teokrasi. Al-Ghazali juga tegas menyatakan bahwa kekuasaan kepala negara merupakan mandat dari Allah swt., yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Ia berpendirian bahwa khalifah itu adalah bayangan Allah swt., di muka bumi, bahkan kekuasaan khalifah menurut al-Ghazali adalah muqaddas atau suci.

Al-Ghazali memaparkan cara pengangkatan kepala negara, dengan jalan haru mendapat tafwid (penyerahan kekuasaan) dan tauliyah (pengangkatan dari orang lain). Menurutnya ada tiga cara yaitu penetapan dari nabi, penetapan dari penguasa yang sedang berkuasa dengan menunjuk putra mahkota (wilayat al-Ahad) dari putra-putranya, dan pengangkatan dari pemegang  kekuasaan yang diperkuat dengan bai’at oleh ulama yakni ahl al-halli wa al-‘aqdi.

b. Tugas Kepala Negara (Kepala Pemerintahan) dalam Pemerintahan Islam

Menurut Imam al-Mawardi tugas-tugas yang harus diemban oleh kepala negara (sebagai kepala pemerintahan) ada sepuluh hal sebagai berikut:

Menjaga agama agar tetap berada di atas pokok-pokoknya yang konstan (tetap) dan sesuai pemahaman yang disepakati oleh generasi salaf (terdahulu) umat Islam. Jika muncul pembuat bid'ah atau pembuat  kesesatan, ia berkewajiban untuk menjelaskan hujjah (alasan) kebenaran baginya dan menjelaskan pemahaman yang benar kepadanya, serta menuntutnya sesuai dengan hak-hak dan aturan hukum yang ada, sehingga agama terjaga dari kerancuan dan pemahaman yang salah;

Menjalankan hukum bagi pihak-pihak yang bertikai dan memutuskan permusuhan antar pihak yang berselisih, sehingga keadilan dapat  dirasakan oleh semua orang. Tidak ada orang zalim yang berani berbuat aniaya dan tidak ada orang yang dizalimi yang tidak mampu membela dirinya;

Menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia dapat hidup tenang dan bepergian dengan aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas diri dan hartanya.

Menjalankan hukum had sehingga larangan-larangan Allah tidak ada yang melanggarnya dan menjaga hak-hak hamba-Nya agar tidak hilang binasa;

Menjaga perbatasan negara dengan perangkat yang memadai dan kekuatan yang dapat mempertahankan negara sehingga musuh-musuh negara tidak dapat menyerang negara Islam dan tidak menembus pertahanannya serta tidak dapat mencelakakan kaum muslimin atau kalangan kafir mu'ahad (yang diikat janjinya).;

Berjihad melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan  dakwah kepadanya hingga ia masuk Islam atau masuk dalam jaminan Islam atau dzimmah. Dengan demikian, usaha untuk menjunjung tinggi agama Allah di atas agama-agama seluruhnya dapat diwujudkan;

Menarik fai-i (hasil rampasan) dan memungut zakat sesuai dengan  ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari‟at Islam secara jelas dalam nash dan ijtihad;

Mengatur penggunaan harta baitul-maal secara efektif, tanpa berlebihan  atau kekurangan, dan memberikannya pada waktunya, tidak lebih dahulu dari waktunya dan tidak pula menundanya hingga lewat dari waktunya;

Mengangkat pejabat-pejabat yang terpercaya dan mengangkat orang-orang yang kompeten untuk membantunya dalam menunaikan amanah dan wewenang yang ia pegang dan mengatur harta yang berada di bawah wewenangnya, sehingga tugas-tugas dapat dikerjakan dengan sempurna dan harta negara terjaga dalam pengaturan orang-orang yang tepercaya;

Agar ia melakukan sendiri inspeksi atas pekerjaan para pembantunya dan meneliti jalannya proyek sehingga ia dapat melakukan kebijakan politik umat Islam dengan baik dan menjaga negara. la tidak boleh menyerahkan tugas ini kepada orang lain karena sibuk menikmati kelezatan atau  beribadah, karena orang yang terpercaya dapat saja menjadi pengkhianat  dan orang yang baik dapat saja berubah menjadi penipu. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam Q.S Shaad: 26

يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ ࣖ ٢٦

Terjemahan: (Allah berfirman,) “Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan.”

c. Bentuk Sistem Pemerintahan Islam

Islam sendiri telah mulai mengenalkan sistem pemerintahan sejak zaman Nabi di antaranya:

Nabi : Teokrasi (pemerintahanTuhan yang dilaksanakan oleh Nabi)

Sahabat : Teodemokrasi (nilai-nilai ketuhanan yang ada pada sahabat)

Dinasti Umayah : Monarki (kerajaan)

Dinasti Abasiyah : Monarki.

Turki Utsmani : Monarki.

Teokrasi

Teo-demokrasi

Monarki


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama