DINAMIKA SUBJEK HUKUM DALAM SEJARAH HUKUM PERDATA DARI BUDAK HINGGA BADAN HUKUM

 MAKALAH

DINAMIKA SUBJEK HUKUM DALAM SEJARAH HUKUM PERDATA DARI BUDAK HINGGA BADAN HUKUM 


Dosen Pengampu:

Andi Miftahul Amri, SH.,MH


Disusun Oleh:

Kelompok 1


Sofiyan 23690107017

Nuraini 23690107015

Nurhidayah 23690107030

Nidia Yulianda 23690107010





PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BONE

2025

BAB I

PENDAHULUAN


Latar Belakang 

Dalam kehidupan masyarakat, hukum berfungsi sebagai seperangkat petunjuk yang mengatur interaksi antar individu, kelompok, dan organisasi. Hukum perdata, yang merupakan bagian dari sistem hukum, memiliki peran krusial dalam mengatur hak serta tanggung jawab antara pihak-pihak dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi. Salah satu komponen utama dalam hukum perdata ialah konsep subjek hukum, yaitu individu atau entitas yang memiliki kapasitas untuk memiliki hak dan tanggung jawab.

Pada fase awal perkembangan hukum, tidak semua orang dianggap sebagai subjek hukum. Di sejumlah masyarakat kuno, seperti Yunani dan Romawi, budak tidak dipandang sebagai subjek hukum, melainkan sebagai objek hukum, seperti barang yang dapat diperdagangkan. Status hukum seseorang dipengaruhi secara signifikan oleh susunan sosial dan budaya masyarakat pada periode tersebut.

Seiring waktu, telah terjadi transformasi besar dalam pandangan mengenai siapa yang berhak menjadi subjek hukum. Aspek budaya, agama, filsafat, dan prinsip-prinsip hak asasi manusia membantu mendorong terciptanya hukum yang lebih adil. Penghapusan perbudakan, kemunculan deklarasi hak asasi manusia, dan perkembangan negara-negara modern telah memperluas definisi subjek hukum, sehingga setiap individu diakui memiliki hak dan kewajiban yang setara.

Tidak hanya manusia, tuntutan zaman modern juga memperkenalkan gagasan baru: badan hukum. Entitas seperti perusahaan, yayasan, dan organisasi diakui sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban seperti halnya individu. Perkembangan ini mencerminkan betapa konsep subjek hukum itu fleksibel, di mana pada awalnya hanya terbatas pada individu bebas, kini meluas untuk mencakup entitas yang diciptakan oleh hukum.


Rumusan Masalah

Bagaimana asal-usul konsep subjek hukum dalam perkembangan sejarah hukum perdata?

Bagaimana posisi budak dalam sistem hukum perdata di awal? 

Apa saja elemen yang mendorong adanya pengakuan badan hukum sebagai subjek hukum?

Bagaimana peran budaya memengaruhi perkembangan subjek hukum dari individu menuju badan hukum?

Tujuan 

Menganalisis perubahan konsep subjek hukum dari era masyarakat tradisional menuju hukum yang modern.

Menggambarkan posisi budak dalam konteks sejarah hukum perdata awal serta perubahan yang terjadi.

Mengidentifikasi elemen-elemen yang mengarah pada perwujudan konsep badan hukum sebagai subjek hukum.

Menyelidiki pengaruh budaya terhadap perkembangan subjek hukum dalam konteks sistem hukum perdata.

BAB II

PEMBAHASAN


Perkembangan Konsep Subjek Hukum dalam Sejarah Hukum Perdata

Dalam konteks hukum perdata, subjek hukum diartikan sebagai setiap individu yang memiliki kapasitas untuk mempunyai hak dan tanggung jawab hukum. Pada fase awal peradaban manusia, pengenalan mengenai siapa yang berhak diakui sebagai subjek hukum sangat sempit. Hanya sejumlah individu tertentu umumnya pria dewasa, warga negara, serta orang-orang merdeka yang dianggap memiliki hak-hak hukum. Sementara itu, perempuan, anak-anak, orang dari luar negeri, bahkan seluruh kelompok budak sering kali tidak mendapatkan pengakuan itu.

Dalam hukum Romawi, yang sangat memengaruhi tata hukum modern, terdapat pemisahan yang jelas antara individu bebas dan budak. Budak tidak dianggap sebagai subjek hukum, melainkan sebagai benda yang dapat dimiliki, diwariskan, atau dijual. Hukum Romawi menggunakan istilah persona untuk menyebut manusia yang diakui hak-haknya, sedangkan budak dilihat sebagai benda (res).

Dengan berjalannya waktu, nilai-nilai kemanusiaan yang dibawa oleh berbagai ajaran agama, termasuk Kristen, Islam, dan kemudian pemikiran humanis sekuler, mulai menimbulkan transformasi dalam konsep subjek hukum. Ide tentang martabat manusia dan hak-hak yang melekat pada setiap orang mulai berkembang di banyak belahan dunia.

Transformasi ini terus berlanjut melalui berbagai revolusi besar seperti Revolusi Prancis (1789) yang mengusung "Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara", di mana semua manusia diakui setara di depan hukum. Pada saat ini, konsep subjek hukum mulai diperluas untuk mencakup semua orang tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial.

Kodifikasi hukum modern, seperti Code Civil di Prancis dan Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) di Jerman, menegaskan bahwa semua individu adalah subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Ini merupakan pergeseran signifikan dari konsep kuno yang bersifat eksklusif menjadi konsep modern yang inklusif dan universal.

Dengan demikian, evolusi konsep subjek hukum dalam sejarah hukum perdata mencerminkan perjalanan dari pengakuan yang terbatas atas individu tertentu, menuju pengakuan secara universal terhadap setiap orang sebagai subjek hukum yang penuh.

Status Budak dalam Sistem Hukum Perdata Awal

Dalam berbagai sistem hukum kuno, posisi budak sangat rendah dan tidak dianggap sebagai subjek hukum yang sah. Budak diperlakukan sebagai barang yang sepenuhnya dikendalikan oleh pemiliknya. Sebagai contoh, dalam hukum Romawi, budak tidak memiliki hak untuk memiliki aset, membuat kesepakatan, atau mengajukan kasus di pengadilan. Semua tindakan hukum dilakukan atas nama pemilik budak.

Kondisi budak ini tidak hanya terjadi di Roma, tetapi juga terlihat di peradaban lainnya seperti Mesir Kuno, Yunani, serta beberapa kerajaan di Asia dan Afrika. Umumnya, budak berasal dari tawanan dalam peperangan, karena utang, atau mereka lahir dari orang tua yang sudah menjadi budak. Status ini hampir selalu diwariskan dan nyaris tidak ada cara hukum untuk mengubahnya.

Meskipun demikian, beberapa budaya menyediakan celah hukum yang memungkinkan budak mendapatkan kebebasan, misalnya, melalui pembelian kebebasan sendiri atau pembebasan yang diberikan oleh tuan mereka. Manumisi menjadi salah satu cara awal yang menunjukkan bahwa dalam situasi tertentu, budak bisa mengubah statusnya menjadi orang merdeka dan menjadi subjek hukum.

Perubahan signifikan terhadap status budak mulai terjadi saat nilai-nilai keagamaan dan moral mulai mengecam praktik perbudakan. Dalam ajaran Kristen, terdapat dorongan moral untuk memperlakukan budak dengan lebih baik, meskipun penghapusan total perbudakan baru terjadi ratusan tahun kemudian.

Pada abad ke-19, gerakan penghapusan di Eropa dan Amerika mempercepat berakhirnya perbudakan secara hukum. Dengan penghapusan perbudakan, semua individu, tanpa terkecuali, diakui sebagai subjek hukum, dengan hak dan kewajiban penuh di hadapan hukum.

Dengan demikian, posisi budak yang awalnya hanya sebagai objek hukum mengalami perubahan dramatis menjadi orang-orang yang diakui sebagai memiliki kepribadian hukum, menandai salah satu pergeseran terbesar dalam sejarah hukum perdata.

Elemen yang Mendorong Pengakuan Entitas Hukum sebagai Subjek Hukum

Selain individu, perkembangan dalam bidang sosial dan ekonomi telah mendorong sistem hukum untuk menerima entitas kolektif sebagai subjek hukum. Faktor pertama yang berkontribusi terhadap pengakuan badan hukum adalah kebutuhan ekonomi. Dengan bertumbuhnya perdagangan dan industri, individu tidak lagi mampu menangani tanggung jawab hukum dan finansial dalam skala besar.

Pada era Romawi, konsep universitas personarum mulai diperkenalkan, di mana sekelompok orang diperlakukan sebagai satu entitas hukum. Ini menjadi dasar bagi ide badan hukum, yang memungkinkan organisasi, asosiasi, atau komunitas untuk bertindak di depan hukum layaknya individu.

Aspek sosial juga memiliki pengaruh signifikan. Pertumbuhan kota-kota, penyebaran lembaga agama, dan kemajuan universitas menjadikan keberadaan badan hukum sebagai hal yang sangat diperlukan. Entitas-entitas ini membutuhkan pengakuan hukum untuk memiliki aset, membuat perjanjian, dan melindungi hak-hak mereka.

Dari perspektif budaya, transisi dari komunitas berbasis pertanian ke masyarakat urban-industri memicu adaptasi hukum. Masyarakat yang modern memerlukan sistem hukum yang lebih canggih untuk mengatur interaksi antarentitas, yang mendorong pengakuan badan hukum sebagai subjek hukum.

Pengakuan terhadap badan hukum membawa berbagai manfaat, seperti keberlanjutan eksistensi (badan hukum tetap ada meskipun anggotanya berubah), pembatasan tanggung jawab bagi pemilik, dan kemampuan untuk melakukan tindakan hukum secara independen. Hal ini membantu mengukuhkan konsep badan hukum dalam ranah hukum perdata.

Dengan demikian, kombinasi dari faktor ekonomi, sosial, dan budaya menjadi pendorong utama munculnya dan berkembangnya badan hukum sebagai subjek hukum yang diakui secara sah dalam sistem hukum perdata.

Dinamika Budaya dalam Evolusi Subjek Hukum dari Individu hingga Badan Hukum 

Budaya memiliki peran kunci dalam membentuk ide hukum, termasuk dalam menetapkan siapa yang dianggap sebagai subjek hukum. Dalam komunitas tradisional, hirarki sosial dan budaya menentukan hak-hak individu. Misalnya, dalam budaya patriarkal, hanya pria dewasa yang mendapatkan hak-hak hukum, sementara perempuan dan anak-anak berada di luar lingkup tersebut.

Dalam konteks budaya kuno, seperti di Mesir, Yunani, dan Romawi, norma sosial melihat perbudakan sebagai hal yang lumrah. Budaya ini menegaskan posisi budak sebagai bukan subjek hukum, bahkan menempatkan mereka sejajar dengan barang-barang lainnya.

Transformasi signifikan mulai terjadi ketika budaya terpengaruh oleh prinsip-prinsip agama dan pemikiran humanistik. Ajaran yang menekankan kesetaraan semua manusia di hadapan Tuhan secara perlahan mengubah cara pandang budaya terhadap hak dan status individu.

Di Eropa, kemunculan pemikiran Abad Pencerahan, seperti ide-ide John Locke mengenai hak asasi manusia, memiliki dampak besar. Budaya hukum mengalami pergeseran dari menilai hak berdasarkan status sosial menjadi berbasis pada kemanusiaan yang melekat pada semua individu.

Budaya modern yang berorientasi pada demokrasi dan hak asasi manusia mendorong sistem hukum untuk tidak hanya mengakui individu sebagai subjek hukum, tetapi juga untuk mengenali entitas hukum. Dalam lingkungan masyarakat yang kompleks dan global saat ini, budaya hukum perlu memasukkan pengakuan terhadap organisasi sebagai peserta aktif dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik.

Dengan demikian, dinamika budaya dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa budaya tidak sekadar mempengaruhi perkembangan konsep individu sebagai subjek hukum, tetapi juga menciptakan kebutuhan untuk mengakui badan hukum dalam sistem hukum perdata masa kini.

BAB III

PENUTUP


Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah disampaikan, dapat dihasilkan kesimpulan bahwa ide mengenai subjek hukum dalam konteks hukum perdata telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Di awal sejarah, pengakuan sebagai subjek hukum sangat terbatas dan hanya diberikan kepada segmen tertentu, sementara budak dipandang sebagai objek hukum yang tidak memiliki hak atau kewajiban.

Posisi budak dalam konteks hukum perdata yang awal mencerminkan adanya ketidakadilan dalam perlakuan hukum, di mana status sosial serta latar belakang budaya memengaruhi hak individu. Namun, dengan berjalannya waktu, sejalan dengan munculnya nilai-nilai kemanusiaan, spiritualitas, dan pemikiran filosofis, pandangan mengenai hak-hak asasi manusia bertransformasi, yang pada gilirannya memfasilitasi penghapusan perbudakan dan pengakuan seluruh umat manusia sebagai subjek hukum yang utuh.

Di samping itu, aspek sosial, ekonomi, dan budaya juga berkontribusi terhadap terbentuknya konsep badan hukum sebagai subjek hukum. Badan hukum memperoleh pengakuan untuk memenuhi tuntutan masyarakat modern yang semakin rumit, di mana entitas kolektif sepeti perusahaan dan organisasi memerlukan status hukum agar dapat menjalankan peran mereka secara efisien.

Perubahan budaya memainkan peranan yang vital dalam perkembangan subjek hukum. Pergeseran dari nilai-nilai budaya era perbudakan menuju pengakuan hak asasi manusia, serta kebutuhan masyarakat modern akan organisasi yang memiliki kepastian hukum, telah menciptakan suatu pemahaman baru terkait subjek hukum.

Secara keseluruhan, perjalanan sejarah hukum perdata dari masa budak menuju badan hukum menggambarkan perkembangan kesadaran akan hukum dan budaya manusia yang menuju pengakuan yang lebih mendalam terhadap hak dan tanggung jawab setiap entitas dalam masyarakat.

Saran

Penting untuk memperkuat pendidikan hukum terkait sejarah subjek hukum agar masyarakat dan praktisi hukum dapat memahami dinamika perubahan dalam hukum perdata. Perlindungan terhadap kelompok rentan harus ditingkatkan melalui penegakan hukum yang lebih efektif, sementara hukum juga harus disesuaikan dengan perkembangan sosial dan ekonomi, termasuk pengakuan terhadap badan hukum baru di sektor digital. Nilai-nilai kemanusiaan perlu dijaga sebagai dasar sistem hukum, dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap badan hukum untuk memastikan mereka bertanggung jawab secara sosial. Selain itu, kesadaran hukum masyarakat harus terus ditingkatkan agar tercipta kehidupan hukum yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi materi maupun cara penulisannya, demikian dengan rendah hati dan tangan terbuka kami menerima masukan dan saran guna penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA


Soeroso. (2006). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Subekti. (2006). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

Manan, B. (2005). Asas-Asas Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Bina Cipta.

Rachmadi Usman. (2003). Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Siahaan, H. (2018). Perbandingan Hukum Perdata Tentang Orang dan Bada

n Hukum di Indonesia dan Belanda. Maqalah Hukum Islam, 2(2), 45–60. 

Hukum Perdata di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya. (2019). Jurnal Ilmiah Hukum, 10(1), 1–15. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama