MAKALAH
“KEPEMILIKAN HUKUM ATAS KARYA INTELEKTUAL / HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)”
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah
satu tugas matakuliah Hukum Perdata
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Nama : Zhafira Dzalsabila NIM 23690107012
Nama : Sri Wahyuni NIM 23690107007
Nama : Ela Rahmadani Haswan NIM 23690107014
Nama : Andi Fauzy Muh Saputra NIM 23690107026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BONE
TAHUN 2025
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kreativitas dan inovasi semakin penting dalam kehidupan masyarakat di tengah era modern yang ditandai oleh kemajuan teknologi, arus globalisasi, dan pertumbuhan ekonomi digital. Banyak karya intelektual yang bermanfaat secara ekonomi dan budaya dihasilkan dari kemajuan dalam berbagai bidang seperti teknologi, seni, sastra, desain, dan ilmu pengetahuan. Karya-karya ini tidak hanya merefleksikan ide atau pengetahuan individu, tetapi juga dapat menjadi sumber pendapatan dan aset strategis bagi individu, perusahaan, dan negara. Namun, perlindungan hak pencipta menjadi semakin sulit seiring dengan jumlah dan distribusi karya intelektual yang meningkat. Penggunaan tanpa izin, pembajakan, dan plagiarisme adalah contoh pelanggaran hak cipta yang sangat umum.
Contohnya termasuk penggunaan lagu tanpa izin, penjiplakan karya ilmiah tanpa menyebutkan sumber, dan penyalahgunaan merek dagang, yang semuanya telah menjadi masalah hukum yang serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, diciptakan sistem yang melindungi karya intelektual, yang disebut Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI), atau kepemilikan hukum atas karya intelektual, dalam konteks ini. Dalam jangka waktu tertentu, sistem ini memberikan hak eksklusif kepada pencipta atau pemegang hak untuk mengatur penggunaan dan pemanfaatan karya mereka. Sejumlah undang-undang Indonesia, termasuk UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, dan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, mengatur perlindungan hak cipta.
Contohnya termasuk penggunaan lagu tanpa izin, penjiplakan karya ilmiah tanpa menyebutkan sumber, dan penyalahgunaan merek dagang, yang semuanya telah menjadi masalah hukum yang serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, diciptakan sistem yang melindungi karya intelektual, yang disebut Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI), atau kepemilikan hukum atas karya intelektual, dalam konteks ini. Dalam jangka waktu tertentu, sistem ini memberikan hak eksklusif kepada pencipta atau pemegang hak untuk mengatur penggunaan dan pemanfaatan karya mereka. Sejumlah undang-undang Indonesia, termasuk UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, dan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, mengatur perlindungan hak cipta.Oleh karena itu, pembicaraan tentang kepemilikan hukum karya intelektual menjadi sangat penting. bukan hanya untuk meningkatkan kesadaran akan sistem perlindungan hukum, tetapi juga untuk memupuk budaya yang menghargai inovasi dan kreativitas. Makalah ini membahas konsep, dasar hukum, dan implementasi kepemilikan intelektual. Ini juga membahas masalah yang dihadapi dalam praktik di Indonesia.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kepemilikan Hukum Atas Karya Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)?
2. Bagaimana hubungan antara pembangunan ekonomi dan Kepemilikan Hukum Atas Karya Intelektual / Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terbentuk?
3. Seperti apa bentuk hak kekayaan intelektual?
Tujuan
Mampu memahami apa itu Kepemilikan Hukum Atas Karya Intelektual / Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), bentuknya, dan perkembangan ekonomi, dan cabangnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1) Definisi Kepemilikan Hukum Atas Karya Intelektual / Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Kekayaan Intelektual, sering disingkat sebagai "HKI" atau "HaKI", adalah istilah yang merujuk pada Hak Kekayaan Intelektual (IPR). Istilah ini mengacu pada hak yang berasal dari hasil pemikiran atau kreativitas seseorang yang menghasilkan produk atau proses yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Secara umum, HKI memberikan hak kepada individu untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari hasil karya intelektual mereka. Karya intelektual yang berasal dari kecerdasan dan kemampuan berpikir manusia juga dilindungi dalam HKI.
Secara umum, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) diklasifikasikan dalam dua kategori utama:
1) Hak cipta
2) Hak kekayaan industri termasuk paten,
- desain industri,
- merek dagang,
-upaya untuk mencegah persaingan tidak adil,
- desain tata letak sirkuit terpadu,
- dan rahasia dagang.
Salah satu ciri utama hak privat adalah sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Artinya, setiap orang memiliki hak untuk memilih untuk mendaftarkan karya intelektualnya. Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada penemu, pencipta, dan perancang (HKI) mendorong inovasi dan penghargaan atas karya mereka. Mekanisme pasar digunakan untuk mengarahkan kepentingan masyarakat dalam sistem HKI. Selain itu, HKI mendorong pengembangan sistem dokumentasi yang sistematis untuk produk kreativitas manusia. Tidak hanya dokumentasi ini memungkinkan masyarakat untuk memanfaatkan karya tersebut secara optimal atau mengembangkannya lebih lanjut untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar, tetapi juga mencegah duplikat karya yang sama.
World Intellectual Property Organization (WIPO), salah satu badan khusus di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), adalah lembaga internasional yang secara global menangani masalah Hak Kekayaan Intelektual. Setelah meratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
Saat ini, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah menjadi masalah yang sangat penting dan mendapat perhatian di dalam dan luar negeri. Pada tahun 1994, perjanjian TRIPs (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) masuk ke dalam kesepakatan WTO, membuka babak baru dalam perkembangan HKI di seluruh dunia. Sejak saat itu, masalah HKI telah menjadi bagian integral dari konteks perdagangan dan investasi internasional. Dimulainya era baru dalam pemanfaatan dan perlindungan HKI karena peran besarnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan aktivitas perdagangan.
2) Bentuk Kepemilikan Hukum Atas Karya Intelektual / Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Pembangunan Ekonomi:
Tidak dapat disangkal bahwa perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Tommy Suryo Utomo, 2009). Sebagai contoh, Amerika Serikat dapat memperoleh keuntungan ekonomi yang signifikan dari pemanfaatan produk-produk HKI. Sebagai ilustrasi, penerimaan royalti menghasilkan pendapatan tahunan lebih dari 8 miliar dolar AS bagi negara maju tersebut (Robert W. Kastemeier dan David Beier, 1989:286).
Menurut Eric H. Smith, ketua organisasi internasional Hak Kekayaan Intelektual, produk HKI sangat membantu pertumbuhan ekonomi dan industri di Amerika Serikat. Ia menjelaskan bahwa industri hak cipta utama dapat menyumbang sekitar 3,7% dari pendapatan per kapita negara tersebut. Selain itu, industri ini menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 3 juta orang, atau 2,5% dari pendapatan per kapita AS (Eric H. Smith, 1996:561).
Sebagai contoh, terungkap bahwa Mark Zuckerberg adalah miliarder terkaya di Amerika Serikat menurut survei Majalah Forbes tahun 2009 (sumber: www.vibiznews.com, dipublikasikan 1 Oktober 2009). Pencipta situs jejaring sosial Facebook tercatat memiliki kekayaan sebesar 2 miliar dolar AS, atau setara dengan sekitar 19 triliun rupiah, di usianya yang baru 25 tahun. Pada tahun yang sama, kekayaannya bahkan meningkat sebesar 500 juta dolar sebagai hasil dari peningkatan pendapatan dari royalti atas kesuksesan situs tersebut.
Mengingat survei yang sama, nama pemilik hak atas Microsoft, Bill Gates, juga muncul. Menurut survei Forbes yang dinobatkan sebagai orang terkaya di Amerika Serikat selama 16 tahun berturut-turut, orang ini pasti sudah sangat dikenal. Karena krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2003, Bill Gates, yang berusia 53 tahun, sempat mengalami penurunan pendapatan sebesar 7 miliar dolar AS (sekitar Rp66,5 triliun), tetapi total kekayaannya pada tahun itu tetap sangat besar, senilai sekitar 50 miliar dolar AS atau senilai kurang lebih Rp475 triliun.
Ada Dua Cabang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia:
1. Hak Cipta dan
2. Hak Paten.
1. HAK CIPTA
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Hak cipta adalah hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan, menggandakan, atau memberikan izin untuk melakukannya, dengan memperhatikan batasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang berlaku. Karya dapat dipromosikan dengan berbagai cara, seperti pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, distribusi, atau penyebaran. Ini dapat dilakukan dengan cara apa pun yang memungkinkan orang lain untuk membaca, mendengar, atau melihat karya tersebut, seperti internet.
Proses menggandakan suatu karya secara keseluruhan atau sebagian besar dengan menggunakan bahan yang sama atau berbeda, termasuk pengalihwujudan permanen atau sementara, disebut perbanyakan. Yang dimaksud dengan "pencipta" adalah individu atau kelompok yang menciptakan sesuatu dengan menggunakan imajinasi, kreativitas, keterampilan, atau keahlian mereka sendiri dan menyampaikan ide-ide tersebut dalam bentuk yang unik dan pribadi. Pencipta atau pemegang hak cipta atas suatu karya yang terdiri dari beberapa bagian, jika karya tersebut dibuat oleh lebih dari satu orang, adalah orang yang memimpin dan mengawasi proses penyelesaian karya secara keseluruhan. Jika tidak ada orang yang memimpin, orang yang mengumpulkan bagian-bagian karya tersebut dianggap sebagai pencipta, tanpa mengurangi hak cipta masing-masing bagian karya tersebut.
Jika suatu karya yang dirancang oleh seseorang kemudian dibuat dan dikerjakan oleh orang lain di bawah bimbingan dan pengawasan perancang sebelumnya, maka orang yang merancangnya adalah penciptanya. Jika suatu karya dibuat dalam hubungan pekerjaan dengan pihak lain, pemegang hak cipta adalah pihak yang menerima tugas tersebut, kecuali jika ada perjanjian antara kedua pihak yang menyatakan sebaliknya. Namun, pembuat karya tetap memiliki hak cipta sebagai pencipta, terutama jika karya tersebut digunakan di luar batas hubungan pekerjaan. Ciri-ciri ini juga berlaku untuk ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja berdasarkan pesanan.Kecuali ada perjanjian lain yang mengatur sebaliknya antara kedua pihak, orang yang membuat suatu karya dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta jika karya tersebut dibuat dalam konteks pekerjaan atau atas pesanan.
2. Pemegang Hak Cipta:
Pencipta yang memiliki hak cipta, pihak yang menerima hak cipta dari pencipta, atau pihak lain yang memperoleh hak cipta lebih lanjut dari pihak-pihak sebelumnya disebut sebagai pemegang hak cipta. "Ciptaan" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan karya individu yang menunjukkan bahwa itu benar dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Setelah karya tersebut menjadi nyata, perlindungan ciptaan secara otomatis diberikan. Untuk mendapatkan hak cipta, tidak perlu mendaftarkan ciptaan. Namun demikian, pencipta atau pemegang hak cipta yang mendaftarkan karya tersebut akan menerima surat pendaftaran. Surat ini dapat digunakan sebagai bukti awal di pengadilan jika terjadi sengketa di masa mendatang mengenai karya tersebut. Karena perlindungan hak cipta tidak mencakup ide atau gagasan, karya cipta harus bersifat unik, pribadi, dan menunjukkan keaslian yang berasal dari keahlian, kreativitas, atau kemampuan seseorang sehingga dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Aktor, penyanyi, musisi, penari, atau mereka yang menyanyikan, mendeklamasikan, atau memainkan musik, drama, tari, sastra, folklor, atau seni lainnya disebut sebagai pelaku. Produser rekaman suara adalah individu atau organisasi yang pertama kali merekam suara, baik itu rekaman dari pertunjukan atau rekaman suara lainnya. Menggunakan frekuensi siaran, baik dengan kabel maupun tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik, organisasi yang menyelenggarakan siaran dikenal sebagai lembaga penyiaran. Izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau menggandakan karya atau produk yang dilindungi hak terkait dikenal sebagai lisensi. Izin ini harus diberikan dengan ketentuan tertentu.
Dewan Hak Cipta, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas rekomendasi Menteri Hukum dan HAM, bertugas membantu pemerintah dalam memberikan instruksi, pelatihan, dan pelatihan mengenai hak cipta. Dewan ini terdiri dari orang-orang dari pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat yang ahli dalam hak cipta. Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah konsultan yang terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan berpengalaman dalam domain hak kekayaan intelektual.
3. Dasar Perlindungan Hak Cipta
Undang-Undang Hak Cipta No. 6 Tahun 1982 pertama kali mengatur perlindungan hak cipta. Undang-undang ini kemudian diubah oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1987, dan kembali diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 pada tahun 1997. Pada tahun 2002, Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 dibuat ulang. Berikut adalah beberapa peraturan pelaksanaan hak cipta:
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 1986 jo Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta;
2. Peraturan Pemerintah RI No. 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan untuk Keperluan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian, dan Pengembangan; dan
3. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang Persetujuan Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik atas Hak Cipta untuk Karya Rekaman Suara antara Republik Indonesia dan Masyarakat Eropa
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1993 mengenai Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik atas Hak Cipta antara Republik Indonesia dan Australia;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1994 mengenai Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik atas Hak Cipta antara Republik Indonesia dan Inggris;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 mengenai Pengesahan Konvensi Bern untuk Perlindungan Karya Sastra dan Seni; dan
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2004 tentang Pengesahan Perjanjian Performa dan Phonogram WIPO (WPPT);
9. Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-HC.03.01 Tahun 1987 yang mengatur tentang Pendaftaran Ciptaan;
10.Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang Prosedur Penyidikan atas Pelanggaran Hak Cipta; dan
11.Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01.PW.07.03 Tahun 1990 yang mengatur tentang
4. Pengalihan Hak Cipta:
Hak cipta dapat dialihkan secara keseluruhan atau sebagian karena alasan berikut:
-pewarisan;
-hibah;
-wasiat;
-perjanjian tertulis; atau alasan lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
B. Ruang Lingkup Hak Cipta
1. Karya yang Mendapat Perlindungan
1).Hak cipta memberikan perlindungan terhadap karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Ini mencakup berbagai bentuk ciptaan, seperti buku, program komputer, pamflet, ceramah, pidato, dan bentuk penyampaian lisan lainnya;
2).alat bantu visual yang dibuat untuk tujuan pendidikan;
3).karya tulis yang diterbitkan, tata letak atau layout karya tulis lainnya;
4).Seni rupa dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, patung, pahatan, kolase, arsitektur, peta, batik, fotografi, film, atau seni sinematografi;
5).terjemahan, interpretasi, adaptasi, antologi, dan karya turunan lainnya yang berasal dari perubahan bentuk karya aslinya.
Negara memiliki hak cipta atas karya budaya tradisional atau karya yang penciptanya tidak diketahui. Selain itu, negara berwenang atas hak cipta atas karya budaya rakyat dan folklor bersama, seperti cerita rakyat, dongeng, legenda, babad, lagu-lagu tradisional, kerajinan tangan, tarian, seni kaligrafi, motif kain tradisional yang disebut tartan, dan jenis seni lainnya.
1. Hak Ciptaan dan Hak Ekonomi atas Ciptaan:
Hak moral adalah hak yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak untuk memperoleh keuntungan finansial dari ciptaannya serta dari produk yang dilindungi hak terkaitnya. Hak moral tidak dapat dicabut atau dihapus dalam situasi apa pun.
Hak eksklusif yang berkaitan dengan hak cipta termasuk hak untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukan artis; produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan rekaman mereka; dan lembaga penyiaran untuk memproduksi, memperbanyak, atau menyiarkan hasil siaran mereka. Istilah "hak terkait" mengacu pada hak eksklusif yang berkaitan dengan hak cipta.
C. Masa Berlaku Perlindungan Hak Cipta:
Hak cipta atas karya tertentu dilindungi oleh Pasal 29 UU Hak Cipta.
Contohnya termasuk karya tulis seperti buku, pamflet, lukisan, patung, dan pahatan; pertunjukan drama atau drama musikal, tarian, koreografi; seni rupa seperti lukisan, patung, dan pahatan; batik; desain arsitektur; ceramah, kuliah, pidato, serta karya sejenis lainnya; alat musik; dan komposisi musik dengan atau tanpa lirik.
Dalam kasus di mana ciptaan tersebut dibuat oleh lebih dari satu individu, perlindungan hak cipta berlaku selama masa hidup pencipta terakhir yang meninggal dunia dan akan bertahan selama lima puluh tahun setelahnya. Program komputer, sinematografi, fotografi, basis data, dan hasil adaptasi, misalnya, memiliki hak cipta selama lima puluh (lima puluh) tahun sejak tanggal pertama pengumuman hak cipta. Hak cipta untuk tata letak (wajah) karya tulis yang dipublikasikan juga berlaku selama lima puluh tahun sejak diterbitkan. Dalam kasus di mana hak cipta dimiliki oleh suatu badan hukum, jangka waktu berlaku selama lima puluh tahun sejak karya pertama kali dipublikasikan.
Sementara itu, hak cipta yang dilindungi oleh negara menurut Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta berlaku tanpa batas waktu, sedangkan hak cipta yang dilindungi oleh negara menurut Pasal 11 ayat (1) dan (3) berlaku selama lima puluh tahun sejak karya tersebut pertama kali dipublikasikan kepada masyarakat umum.
D.Pelanggaran dan Sanksi:
Sebuah tindakan dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika melanggar hak eksklusif pemegang hak cipta atau pencipta. Hak eksklusif adalah hak istimewa yang hanya dapat digunakan oleh pemegang hak tersebut, dan orang lain tidak boleh menggunakannya tanpa izin pemegang hak tersebut.
Pengecualian untuk Pelanggaran Hak Cipta: Berikut ini adalah beberapa situasi yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:
a. Pengumuman dan/atau penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan selama masih digunakan dalam bentuk aslinya
b. Pengumuman dan/atau penggandaan segala sesuatu yang diumumkan atau digandakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali jika secara eksplisit dilindungi oleh undang-undang atau jika terdapat keterangan pada karya tersebut bahwa hak cipta berlaku saat diumumkan atau digandakan; dan
c. Pengutipan berita aktual, baik secara utuh maupun sebagian, tentang peristiwa yang
Penggunaan karya cipta milik orang lain untuk tujuan pembelajaran, penelitian, penulisan ilmiah, laporan, kritik, atau ulasan masalah diperbolehkan selama tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pembuatnya. Dalam hal pengambilan karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya, untuk:
1. Kebutuhan akan pembelaan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan;
2. Materi ceramah yang dimaksudkan semata-mata untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; dan
3. Pertunjukan atau pementasan tanpa biaya, selama tidak merugikan hak wajar penciptanya.
Selain itu, diperbolehkan untuk penyandang tunanetra menerjemahkan karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra ke dalam huruf braille, asalkan tidak dilakukan untuk tujuan komersial. Perpustakaan umum, institusi pendidikan dan penelitian, serta pusat dokumentasi yang bersifat nonkomersial diizinkan untuk menggandakan karya cipta tertentu, termasuk program komputer, dalam jumlah terbatas dengan menggunakan metode, alat, atau proses apa pun. Hal ini dilakukan hanya untuk mendukung kegiatan mereka sendiri. Selain itu, karya arsitektur seperti bangunan dapat diubah berdasarkan pertimbangan teknis pelaksanaan. Pemilik program komputer dapat membuat replika program untuk keperluan pribadi. Jika terjadi pelanggaran, pencipta atau pemegang hak cipta dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga untuk penetapan sementara dengan menyertakan bukti kuat bahwa ia adalah pemegang hak sah dan bahwa telah terjadi pelanggaran. Tujuan dari penetapan sementara ini adalah sebagai berikut:
a. Menghentikan pelanggaran hak cipta yang sedang berlangsung, terutama untuk mencegah barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait masuk ke dalam jalur perdagangan, termasuk saat impor;
b. Menjaga bukti yang terkait dengan pelanggaran agar tidak hilang atau dimusnahkan.
2. Mengajukan tuntutan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta yang terjadi dan meminta penyitaan barang yang telah diumumkan atau diperbanyak secara melanggar hak cipta. Hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang melanggar hak cipta untuk menghindari kerugian lebih lanjut (putusan sela).
3. Melaporkan pelanggaran tersebut kepada penyidik POLRI dan/atau PPNS DJ.
Ketentuan Pidana:
a) Jika seseorang dengan sengaja melakukan tindakan seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2) tanpa izin, mereka akan dikenakan hukuman penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda minimal Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda maksimal Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
b) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa izin memperbanyak atau menggunakan untuk tujuan komersial program komputer akan dijatuhi hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 17 akan dihukum penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
d) Setiap orang yang sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) akan dijatuhi hukuman penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
e) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa izin melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 akan dikenakan hukuman penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
f) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa izin melanggar Pasal 25 akan dikenakan hukuman penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
g) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa izin melanggar
h) Seseorang yang dengan sengaja melanggar Pasal 28 akan dikenakan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda tidak lebih dari Rp 1.500.000.000,00.
Prosedur untuk Mengajukan Permohonan
Pendaftaran Ciptaan Untuk meminta pendaftaran ciptaan,
1.formulir yang disediakan harus diisi dalam bahasa Indonesia dan diketik dalam 3 (tiga) salinan.
2. Pemohon harus melampirkan:
a. Surat kuasa khusus jika permohonan diajukan melalui kuasa;
b. Contoh ciptaan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Untuk buku dan karya tulis lainnya: 2 (dua) salinan yang dijilid dengan edisi terbaik;
- Jika buku berisi foto seseorang, harus disertakan surat persetujuan
- CD/VCD/DVD: 2 (dua) CD dengan deskripsi ciptaan;
- Alat peraga: 1 (satu) CD dengan buku petunjuk penggunaannya.
- Untuk lagu, 10 (sepuluh) salinan notasi dan/atau lirik.
- Untuk drama, 2 (dua) salinan naskah tertulis atau rekaman.
- Untuk tari (koreografi), 10 (sepuluh) gambar atau 2 (dua) rekaman.
- Untuk pantomim, 10 (sepuluh) gambar atau 2 (dua) rekaman.
-Untuk pertunjukan, 2 (dua) rekaman.
- Untuk siaran, 2 (dua) rekaman.
- Seni lukis, motif, batik, kaligrafi, logo, dan gambar: masing-masing 10 foto.
- Seni ukir, pahat, patung, kerajinan tangan, dan kolase: masing-masing 10 foto.
- Arsitektur: 1 gambar arsitektur.
- Peta: 1 gambar.
-Fotografi: 10 foto.
- Sinematografi: 2 rekaman.
- Terjemahan: dua duplikat naskah dengan izin
3. Permohonan Pendaftaran Ciptaan oleh Pemegang Hak Cipta yang Bukan Pencipta Jika orang yang mengajukan permohonan pendaftaran ciptaan bukanlah penciptanya sendiri, mereka harus menyertakan bukti bahwa hak cipta telah dialihkan.
Permohonan Pencatatan Pengalihan Hak Cipta Terdaftar
Permohonan untuk mencatat pengalihan hak cipta yang terdaftar harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, diketik rangkap 2 (dua), dan mencantumkan judul serta nomor pendaftaran ciptaan yang haknya dialihkan. Pemohon harus menyertakan bukti pengalihan hak, yang bisa berupa:
- Fatwa waris,
- Akta hibah,
-Surat wasiat,
- Akta perjanjian atau dokumen lain yang sah menurut Undang-Undang.
Selain itu, dokumen yang diperlukan adalah:
a. Fotokopi surat pendaftaran hak cipta,
b. Fotokopi kartu tanda penduduk pencipta atau pemegang hak cipta,
c. Fotokopi resmi akta pendirian badan hukum, atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris, jika pemohon adalah badan hukum,
d. Surat kuasa khusus, jika permohonan diajukan melalui kuasa, dan
e. Bukti pembayaran biaya permohonan.
Pemohon harus menyertakan:
a. Fotokopi surat pendaftaran ciptaan,
b.kartu tanda penduduk pencipta atau pemegang hak cipta,
c. bukti perubahan nama atau alamat,
d. surat kuasa khusus jika permohonan diajukan melalui perwakilan,
e.dan bukti pembayaran biaya permohonan semuanya harus disertakan oleh pemohon.
Untuk meminta perubahan nama dan alamat pencipta atau pemegang hak cipta yang terdaftar, pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf "dua". Permohonan harus mencantumkan informasi berikut:
1. Judul ciptaan;
2. Nomor pendaftaran ciptaan;
3. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta atau pemegang hak cipta lama dan baru; serta nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa yang ditunjuk di Indonesia, jika
Permohonan untuk petikan resmi ciptaan terdaftar
harus ditulis dalam bahasa Indonesia dengan rangkap 2 (dua) dengan nomor pendaftaran ciptaan.
1.Pemohon harus menyertakan: Jika permohonan diajukan melalui perwakilan, surat kuasa khusus;
2.dan bukti pembayaran biaya permohonan.
2. Paten:
a. Pengertian dan dasar hukum Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada penemu atas penemuan teknologi mereka yang memungkinkan mereka melaksanakan invensinya sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukannya dalam jangka waktu tertentu. Penemu adalah orang atau kelompok yang mengembangkan gagasan untuk menyelesaikan masalah teknologi tertentu. Invensi dapat berupa produk, proses, atau perbaikan dan pengembangan dari produk atau proses yang sudah ada.
Penemu yang memiliki paten atau pihak yang memperoleh hak paten dari pemegang paten asli yang terdaftar dalam daftar paten publik disebut sebagai pemegang paten. Hak prioritas diberikan kepada pemohon yang berasal dari negara yang menjadi bagian dari Paris Convention for Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memastikan bahwa tanggal pengajuan di negara asal menjadi tanggal prioritas di negara tujuan yang juga menjadi anggota salah satu dari kedua perjanjian tersebut. Pengajuan harus dilakukan dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh perjanjian tersebut.
Hak paten hanya diberikan kepada Pemegang Paten untuk jangka waktu tertentu, memberikan mereka hak eksklusif untuk memanfaatkan invensinya secara komersial atau memberikan hak tersebut kepada pihak lain. Dengan demikian, pihak lain dilarang menggunakan paten tersebut tanpa izin Pemegang Paten.
Hak Pemegang Paten
1. Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk mengoperasikan paten yang dimilikinya.
a) Dalam hal paten produk, mereka dilarang membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, menggunakan, atau menyediakan produk yang dipatenkan untuk dijual atau disewakan.
b) Dalam hal paten proses, mereka dilarang menggunakan proses produksi yang dipatenkan untuk membuat produk dan melakukan tindakan lain yang disebutkan dalam poin (a)
2. Pemegang paten berhak menuntut orang yang melanggar hak patennya dengan sengaja dan tanpa izin dengan melakukan salah satu tindakan yang disebutkan di atas.
Lisensi wajib, yang diberikan oleh keputusan DJHKI atas permohonan, adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain untuk memperoleh keuntungan finansial dari paten yang dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
1. Setelah 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal pemberian paten, setiap pihak dapat mengajukan lisensi wajib kepada DJHKI dengan biaya tertentu, dengan alasan bahwa paten tersebut tidak dilaksanakan atau tidak sepenuhnya dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang paten.
2. Permohonan lisensi wajib juga dapat diajukan kapan saja setelah paten diberikan, dengan alasan bahwa pemegang paten atau pemegang lisensi telah melaksanakan paten tersebut dengan cara tertentu.
3. Selain alasan di atas, lisensi wajib hanya dapat diberikan dalam kasus berikut:
a. Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa ia:
- Memiliki kemampuan untuk melaksanakan paten secara menyeluruh, - Memiliki fasilitas untuk melaksanakan paten segera,
- Telah berusaha memperoleh lisensi dari pemegang paten dalam waktu yang cukup sesuai dengan persyaratan, namun tidak berhasil;
b. DJHKI berpendapat bahwa paten tersebut dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang signifikan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
1. Peraturan yang Mengatur Paten: Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UUP),
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),
3. Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property,
4. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemeriksaan Paten, dan
5. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Isi Surat Paten.
6. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.02-HC.01.10 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan Pengumuman Paten;
7. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. N.04-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Persyaratan, Jangka Waktu, dan Prosedur Pembayaran Biaya Paten;
8. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.06-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Proses Pengajuan Permohonan Paten; dan
9. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.07-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Bentuk
10. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.08-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pencatatan dan Permintaan Salinan Dokumen Paten;
11. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.04-PR.07.10 Tahun 1996 tentang Sekretariat Komisi Banding Paten; dan
12. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Prosedur Pengajuan Permohonan Banding Paten. Pelaksanaan Paten Pemerintah
Menurut Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, pemerintah berhak untuk melaksanakan paten jika dianggap penting untuk pertahanan dan keamanan negara atau untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat. Menurut Pasal 99 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, Presiden memutuskan untuk melaksanakan paten tersebut setelah menerima pertimbangan daripada komite yang berwenang. Ada beberapa cara paten atau kepemilikan paten dapat dipindahkan atau dialihkan, seperti:
1.Penyerahan,
2.hibah,
3.wasiat,
4. perjanjian tertulis, atau
5. alasan lain yang sah menurut hukum
B. Lingkup Paten:
Paten sederhana dapat diberikan kepada setiap invensi yang berupa barang atau alat baru dengan manfaat praktis yang disebabkan oleh bentuk, struktur, konstruksi, atau bagian-bagiannya. Tidak ada batasan jumlah invensi yang dapat diajukan dalam permohonan paten; namun, invensi harus merupakan satu kesatuan invensi yang terdiri dari beberapa invensi yang saling terkait. Sebagai contoh, invensi yang memiliki alat tulis baru dan tinta baru yang dirancang khusus untuk digunakan bersama dengan alat tulis baru tersebut.
Invensi yang tidak dapat diberikan paten termasuk:
1. proses atau produk yang diumumkan, digunakan, atau dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan undang-undang, moral agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
2. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, atau pembedahan pada manusia atau hewan;
3.teori dan metode dalam bidang ilmu pengetahuan dan matematika; dan proses biologis yang terjadi pada semua makhluk hidup kecuali jasad renik.
Paten, menurut Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal penerimaan, dan tidak dapat diperpanjang. Paten sederhana, menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan, dan juga tidak dapat diperpanjang.
Jika seseorang dengan sengaja dan tanpa izin melanggar hak pemegang paten dengan salah satu cara berikut: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan produk yang telah dipatenkan untuk dijual, disewakan, atau diserahkan; menggunakan proses produksi yang dipatenkan untuk membuat barang dan jasa; atau
Jika seseorang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten sederhana dengan melakukan salah satu tindakan berikut: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan produk yang dipatenkan untuk dijual, disewakan, atau diserahkan; atau menggunakan proses produksi yang dipatenkan untuk membuka Permohonan Paten:
Formulir diberikan dalam bahasa Indonesia dengan empat rangkap. Pemohon harus menyertakan:
a. Surat kuasa khusus jika permohonan diajukan melalui konsultan paten yang terdaftar sebagai kuasa;
b. Surat pengalihan hak jika permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu; dan
c. Deskripsi, klaim, dan abstrak, masing-masing 3 (tiga) rangkap.
Inventur yang diajukan untuk paten diberikan dalam deskripsi. Penulisan deskripsi atau penjelasan invensi harus lengkap dan jelas sehingga ahli di bidang terkait dapat memahaminya. Uraian harus ditulis dalam bahasa Indonesia yang tepat. Dalam deskripsi, semua kata dan kalimat harus menggunakan bahasa dan istilah yang biasa digunakan dalam bidang teknologi. Ini termasuk dalam deskripsi:
1. Judul invensi, atau pilihan kata yang digunakan untuk menjelaskan topik invensi. Judul harus menggambarkan inti dari inovasi. Dalam menentukan judul, hal-hal berikut harus dipertimbangkan:
a. Hindari menggunakan kata atau singkatan yang sulit dipahami;
b. Jangan gunakan kata-kata yang terkait dengan merek dagang atau nama perdagangan.
2. Bidang teknik invensi, yang mencakup bidang teknologi yang terkait dengan invensi tersebut.
3. Latar belakang invensi, yang menjelaskan invensi sebelumnya, kelemahan, dan bagaimana invensi baru mengatasi kelemahan tersebut sebagai tujuan utama invensi.
4. Uraian singkat invensi, yang memberikan gambaran singkat tentang fitur-fitur utama dari klaim mandiri.
5. Uraian singkat gambar (jika ada), yang menjelaskan dengan singkat keseluruhan gambar yang disertakan.
6. Uraian lengkap invensi menjelaskan dengan jelas isi invensi, terutama fitur-fitur yang ada pada invensi tersebut. Gambar yang disertakan digunakan untuk memperjelas penjelasan.
Klaim adalah komponen permohonan yang menjelaskan dasar invensi yang memerlukan perlindungan hukum. Harus ada penjelasan yang jelas dan deskripsi yang mendukung pernyataan ini. Klaim mengungkapkan semua keunggulan teknis invensi.
1. Klaim harus ditulis secara terpisah dari uraian invensi, menggunakan bahasa teknis yang tepat, dan mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam menulis klaim, beberapa hal harus diperhatikan: Klaim tidak boleh berisi gambar atau grafik, tetapi dapat mencakup tabel, rumus matematika, atau rumus kimia; kata-kata tidak boleh ambigu atau meragukan.
2. Ada dua cara untuk menulis klaim:
a. Klaim mandiri, juga dikenal sebagai klaim mandiri, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas fitur invensi yang sudah ada sebelumnya, dan bagian kedua membahas fitur invensi baru. Dalam penulisannya, klaim dimulai dengan keistimewaan yang paling umum (yang paling luas), kemudian diikuti dengan keistimewaan yang lebih spesifik (yang lebih terbatas). Klaim turunan, yang ditulis secara terpisah dari klaim mandiri, mengungkapkan fitur yang lebih spesifik dibandingkan dengan keistimewaan pada klaim mandiri.
b. Klaim mandiri dapat dibuat dalam satu bagian yang langsung mengungkapkan keistimewaan invensi tanpa merujuk pada keistimewaan invensi sebelumnya. Ini biasanya dimulai dengan keistimewaan yang paling umum dan diikuti dengan keistimewaan yang lebih khusus. Klaim turunannya ditulis dengan cara yang sama seperti yang disebutkan sebelumnya.
Abstrak adalah bagian dari spesifikasi paten yang akan dimuat dalam lembar pengumuman, yang merangkum uraian lengkap penemuan. Abstrak ini ditulis terpisah dari uraian invensi dan tidak boleh lebih dari 200 kata. Abstrak dimulai dengan judul invensi yang sesuai dengan judul pada deskripsi invensi. Isi abstrak merupakan intisari dari deskripsi dan klaim-klaim invensi, dan paling tidak mencakup klaim mandiri
Dalam abstrak, Anda dapat memasukkan rumus kimia atau matematika yang relevan. Tidak ada kata-kata yang berlebihan, promosi, atau subjektif dari pihak yang mengajukan paten dalam penulisan abstrak. Selain itu, tidak boleh ada kata-kata yang tidak terkait dengan invensi. Jika abstrak merujuk pada bagian tertentu dari gambar, penomoran bagian gambar yang dimaksud harus dicantumkan dalam tanda kurung. Jika diperlukan, gambar juga dapat disertakan. Jika gambar perlu disertakan dalam abstrak, nomor gambar tersebut harus dicantumkan.
c. Gambar, jika ada, harus disertakan dalam rangkap 3 (tiga).
d. Bukti pembayaran biaya permohonan.
e. Jika permohonan diajukan dengan hak prioritas, bukti prioritas asli dan halaman depan dalam bahasa Indonesia harus disertakan dalam rangkap 4 (empat).
Dokumen permohonan paten tidak hanya harus memenuhi persyaratan administratif, tetapi juga harus memenuhi standar fisik untuk penulisan deskripsi, klaim, abstrak, dan gambar.
1.Deskripsi, klaim, dan abstrak hanya boleh ditulis pada satu sisi, dan gambar hanya boleh dibuat pada satu sisi.
2. Deskripsi, klaim, dan abstrak harus diketik pada kertas HVS terpisah dengan ukuran A4 (29,7 cm x 21 cm) dengan berat minimal 80 gram. Jarak antara deskripsi dan abstrak
3. Di bagian atas dan bawah halaman, setiap halaman deskripsi dan klaim harus diberi nomor urut menggunakan angka Arab.
4. Di sisi kiri pengetikan invensi, klaim, dan abstrak, setiap lima baris harus diberi nomor baris, dan setiap halaman tambahan harus dimulai dengan nomor baris baru.
5. Pengetikan harus dilakukan dengan tinta hitam, dengan jarak 1,5 spasi antar baris, dan huruf harus memiliki tinggi minimal 0,21 cm.
6. Tanda, seperti simbol dan rumus kimia atau matematika, dapat ditulis dengan tangan.
7. Gambar harus digambar pada kertas putih ukuran A-4 dengan jarak minimal 100 gram dan tinta hitam. Dari sisi atas 2,5 cm, sisi bawah 1 cm, sisi kiri 2,5 cm, dan sisi kanan 1,5 cm.
8. Setiap istilah yang digunakan dalam gambar, abstrak, deskripsi, dan klaim harus konsisten sepanjang dokumen.
9.Permohonan paten harus diajukan dalam tiga rangkap.
Formulir harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai dengan bukti pembayaran biaya permohonan untuk paten sebesar dua juta rupiah (dua juta rupiah) untuk paten sederhana dan Rp 350.000,- untuk paten sederhana. Permohonan perubahan nama dan/atau alamat pemohon paten harus diajukan secara tertuli.
1. Salinan dokumen yang menunjukkan bahwa nama dan/atau alamat telah berubah;
2. Surat kuasa khusus, jika permohonan diajukan melalui kuasa; dan
3. Bukti bahwa biaya permohonan telah dibayar.
Semua permohonan untuk petikan Daftar Umum Paten harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 2 (dua). Permohonan harus mencantumkan judul penemuan dan nomor paten. Pemohon harus menyertakan:
1. Surat kuasa khusus dalam kasus di mana permohonan diajukan melalui kuasa;
2. Bukti pembayaran biaya
permohonan;
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Makalah ini menghasilkan kesimpulan bahwa hukum kekayaan hak intelektual (HKI) sangat penting untuk melindungi karya cipta, inovasi, dan kreativitas yang dibuat oleh orang dan organisasi. Hukum HKI mendorong kemajuan teknologi, budaya, dan ekonomi selain memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi semakin penting di dunia yang semakin terhubung karena hak-hak ini mendorong para pencipta dan penemu untuk terus mengembangkan produk baru yang bermanfaat bagi masyarakat. Semua jenis HKI, seperti paten, hak cipta, merek, desain industri, dan rahasia dagang, memiliki aturan dan prosedur perlindungan untuk memastikan pemiliknya.
Namun demikian, ada banyak masalah untuk menerapkan hukum hak cipta intelektual (HKI), terutama terkait dengan pelanggaran hak cipta yang semakin marak di dunia digital, praktik plagiarisme, dan penyalahgunaan hak paten. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun peraturan saat ini cukup memadai, penegakan hukum yang lebih tegas dan pemahaman yang lebih mendalam tentang pelaku usaha dan masyarakat perlu diperkuat. Kerja sama internasional juga penting karena pelanggaran HKI sering melibatkan berbagai negara, sehingga dibutuhkan mekanisme hukum yang saling mendukung.
Di sisi lain, kesadaran hukum tentang pentingnya melindungi hak kekayaan intelektual harus terus meningkat. Untuk menjaga nilai ekonomi dan budaya dari karya yang dibuat, masyarakat, terutama pelaku usaha, harus menyadari pentingnya pengakuan hak-hak intelektual. Tetap perlu diupayakan keseimbangan antara hak pemilik karya dan kepentingan publik, meskipun hukum HKI memberikan perlindungan yang bersifat eksklusif. Melindungi karya cipta yang ada dan memastikan akses yang adil terhadap pengetahuan dan teknologi merupakan tujuan penting.
Secara keseluruhan, hukum Hak Asasi Manusia (HKI) memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan kreativitas. Indonesia, sebagai negara yang terus berkembang, harus memperkuat sistemnya agar lebih mampu menangani tantangan yang semakin kompleks yang dihadapi oleh dunia saat ini. Hal ini akan memastikan bahwa kreativitas dan inovasi yang dihasilkan dapat dilindungi dengan baik dan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat di seluruh dunia.
Saran
Kami berharap makalah ini akan memberikan informasi baru kepada pembaca dan pendengar. Kami sadar bahwa kami tidak sempurna, jadi kritikan dan saran yang membangun sangat membantu kami.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, A. (2001). Kajian hukum ekonomi hak kekayaan intelektual. Citra Aditya Bakti.
Sutedi, A. (2009). Hak atas kekayaan intelektual. (No Title).
Riswandi, B. A. (2016). Hukum dan teknologi: Model Kolaborasi hukum dan teknologi dalam Kerangka perlindungan Hak Cipta di internet. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 23(3), 345-367.
Subroto, M. A. (2005). Eksplorasi Konsep Kekayaan Intelektual Untuk Penumbuhan Inovasi.
Saidin, O. K. (2010). Aspek hukum hak kekayaan intelektual:(intellectual propert
y rights).