Konstitusionalitas Putusan MK yang Bersifat Final dan Mengikat: Antara Keadilan dan Kekuasaan

Konstitusionalitas Putusan MK yang Bersifat Final dan Mengikat: Antara Keadilan dan Kekuasaan

Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan mengeluarkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun, karakter “final dan mengikat” ini kerap menimbulkan perdebatan, terutama ketika dikaitkan dengan aspek keadilan substantif dan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Apakah benar bahwa semua putusan MK tidak bisa dikritisi lagi, ataukah ada ruang untuk koreksi demi prinsip checks and balances?

1. Dasar Konstitusional Putusan Final dan Mengikat

Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final.” Artinya, tidak ada lembaga hukum lain yang dapat membatalkan putusan tersebut, dan harus dilaksanakan sebagaimana adanya. Konsep ini diperkuat oleh UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

2. Keuntungan: Kepastian Hukum dan Efisiensi

  • Mencegah ketidakpastian hukum yang berlarut-larut.
  • Menghindari sengketa hukum berulang.
  • Menegaskan supremasi konstitusi.

3. Risiko: Potensi Otoritarianisme Yudisial?

Beberapa kalangan menilai bahwa putusan final dapat menjadi “kekuasaan absolut” jika tidak dikritisi. Kasus kontroversial seperti syarat usia Capres dan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi sorotan. Akademisi mempertanyakan legitimasi moral dan politik di balik putusan yang dinilai 'mengakomodasi kepentingan elit'.

4. Studi Perbandingan: Apakah Final itu Mutlak?

Di Amerika Serikat, putusan Mahkamah Agung juga bersifat final, namun masih dapat direvisi lewat judicial review pada masa mendatang atau melalui legislasi baru. Ini membuka ruang koreksi terhadap putusan yang dianggap tidak relevan.

5. Rekomendasi Reformasi Hukum

  1. Perlu mekanisme evaluasi atau “judicial oversight” terhadap putusan MK.
  2. Penguatan partisipasi publik dalam uji materiil.
  3. Penegasan etika hakim konstitusi melalui Komisi Etik independen.

6. Penutup

Final dan mengikat bukan berarti kebal dari kritik. Dalam sistem demokrasi konstitusional, setiap kekuasaan, termasuk yudisial, tetap harus terbuka terhadap pengawasan dan evaluasi publik.


🔗 Baca juga artikel penting lainnya:


📚 Referensi:

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
  • Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023
  • Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Hukum Tata Negara, 2021

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama