A. Pandagan Islam Terhdap Prinsip Toleransi Minoritas Agama Di Indonesia
Hakikatnya manusia terlahir dalam keadaan merdeka (freedom) dan suci, maksudnya hak ini merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki oleh setiap manusia dalam bingkai kehidupannya di dunia. Begitupun dengan kebebasan dalam menjalankan keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat diinterpensi oleh siapapun. Kebebasan tersebut menjadi sebuah keharusan bahwa hak-hak tersebut dilindungi baik oleh kelompok mayoritas maupun Hak Asasi Manusia dalam hal berkumpul, memberikan penerangan, menerima, dan mengajarkan agama. Selain itu juga diimbangi dengan penerapan kebebasan beragama dalam aspek sosial, ekonomi, hukum, dan politik pada lingkup nasional maupun internasional.
Setiap individu berhak memilih dan meyakini kepercayaannya terhadap salah satu agama dengan diimbangi pengamalan sepenuh hati terhadap agama yang diyakininya. Dalam hal ini, Islam tidak memaksakan kehendak dan tidak diperbolehkan memaksakan keyakinan kepada orang lain bahwa seseorang harus mengikuti ajaran Islam, tetapi bagi yang meyakini Islam sebagai agamanya maka prinsip dalam menjalankan ajarannya harus kaffah.
Islam sangat menghormati dan menghargai perbedaan, terlebih dalam urusan keyakinan terhadap agama. Setiap Muslim diberikan tugas untuk memberikan pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkadung dalam ajaran Islam tanpa harus memaksakan kehendaknya dengan jalan kekerasan.
Islam harus diterima dengan keinginan sendiri bukan dengan paksaan, keputusan tersebut harus dihormati dan selalu dijaga oleh setiap Muslim. Selain itu juga Islam sangat melindungi jaminan kebebasan setiap individu baik dalam mengeluarkan pendapat, kebebasan berserikat, kebebasan mengeluarkan ucapan hati nurani dan keyakinan. Piagam Madinah sudah mengatur akan kebebasan dalam memeluk dan menjalankan suatu agama, kebebasan beragama bukan dimaksudkan untuk merusak agama, tetapi menjaga dan melindunginya agar hak-hak tersebut tidak disalahgunakan terutama pada kelompok minoritas.
Di Indonesia sendiri, kemajemukan mengenai agama merupakan suatu fakta sosiologis yang secara otomatis dikukuhkan dengan wacana politik sebagai hasil reformasi terhadap sikap keberagamaan. Dalam praktiknya mengakibatkan terjadinya transformasi kehidupan sosial keagamaan di Indonesia yang semakin terbuka lebar untuk berekspresi secara bebas. Intinya, Islam berpandangan bahwa setiap manusia mempunyai persamaan hak saat menentukan agama yang diyakininya. Hal tersebut telah dicontohkan Rasulullah SAW, beliau mampu memimpin dengan bijak dan mampu mewujudkan masyarakat madani meskipun berbeda kepercayaan satu sama lain.
Sejarah mencatat, bahwa Islam dapat hidup berdampingan dengan komunitas minoritas dalam kondisi yang aman. Bahkan Nabi Muhammad SAW telah menyusun sebuah aturan yang menjamin terpeliharanya sebuah toleransi antara Islam dan agama lainnya dengan damai di Madinah yang dikenal dengan “Mitsaq al-Madinah” Di antara butir perjanjian itu berbunyi, “Orang-orang Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang-orang mukmin. Bagi orang-orang Yahudi adalah agama mereka dan bagi orang-orang Mukmin agama mereka, termasuk pengikut mereka dan diri mereka sendiri. Hal ini berlaku bagi orang-orang Yahudi selain Bani Auf.
Pengakuan akan prinsip pluralisme dan kemajemukan dalam kontek agama, ras, suku, dan budaya merupakan kehendak Allah SWT. Tetapi Islam tidak membenarkan bahwa semua agama sama, karena pandangan Islam bahwa perbedaan seorang muslim dengan non-muslim tercermin pada Akidahnya dalam memeluk agama Islam. Sehingga ini menjadi perbedaan yang fundamental dan tidak membenarkan agama agama lain sama derajatnya dengan Islam
Kebebasan beragama sepenuhnya dijamin oleh Islam tanpa ada unsur paksaan bahkan ancaman. Pandangan Islam, bahwa setiap orang berhak memeluk agama berdasarkan keyakinannya. Tidak dibenarkan ada pemaksaan terhadap seseorang untuk meninggalkan agamanya dan memeluk agama lain, terlebih lagi memeluk agama Islam. Prinsip Islam dalam melindungi hak minoritas sangat dijaga dan dihormati sebagaimana terkandung dalam Al-Quran, diantaranya: Q.S. Yunus Ayat 99, Q.S. Al-Kahfi Ayat 29, dan Q.S. Al-Kafirun. Keseluruhan ayat-ayat tersebut tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk agama Islam. Islam juga mengajarkan kepada umatnya tentang tuntunan dan etika dalam berdakwah dan berdialog dengan orang-orang non-Muslim. Islam dengan sangat tegas melarang umatnya untuk mencela sembahan-sembahan orang non-Muslim, hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah dalam QS: al-An’am: 108.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Terjemah:
Janganlah kamu memaki (sesembahan) yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa (dasar) pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Al-Quran secara tekstual tidak membicarakan secara jelas dan spesifik mengenai Hak Asasi Manusia. Hal itu dikarenakan Al-Quran merupakan sebuah kitab yang berisi pedoman dan bukan buku ilmiah yang secara tekstual menjabarkan akan sesuatu. Namun hebatnya AlQuran, di dalamnya memuat sejumlah tataran prinsip seperti mengajarkan nilai musyawarah, keadilan, kepedulian terhadap sesama, persamaan derajat atau menolak diskriminasi, perangai akhlak dan lain sebagainya. Konsep-konsep tersebut tidak lain merupakan penjabaran terhadap intisari nilai-nilai yang ada dalam Hak Asasi Manusia dan secara prinsipal saling terkait satu sama lain yang jika dipadukan akan memperoleh titik temu lebih rinci. 238 | Adliya: Jurnal Hukum dan Kemanusi Pada hakikatnya, Islam memang mengajarkan manusia menjadi muslim yang humanis, yakni muslim yang mampu berdamai dengan manusia lainnya, mereka yang menghindari sikap ekslusif, mereka yang mampu menghargai hingga bertoleransi dalam suatu ruang lingkup tertentu, serta mereka yang mampu menjadi penyangga bagi siapa saja yang berusaha untuk berdialektika dengan tujuan menjadi manusia idealis yang mampu ditempa dan dicetak.
B. Hubungan Antara Mayoritas Dan Minoritas Beragama Di Indonesia
Kerukunan hidup umat beragama merupakan suatu sarana yang penting dalam menjamin integrasi nasional, sekaligus merupakan kebutuhan dalam rangka menciptakan stabilitas yang diperlukan bagi proses pencapaian masyarakat Indonesia yang bersatu dan damai. Kerjasama yang rukun dapat terjadi apabila diantara para pemeluk agama merasa saling membutuhkan, saling menghargai perbedaan, saling tolong menolong, saling membantu dan mampu menyatukan pendapat atau istilah lainnya memiliki sikap toleransi. Dengan adanya toleransi maka akan dapat melestarikan persatuan dan kesatuan bangsa, mendukung dan menyukseskan pembangunan, serta menghilangkan kesenjangan. Hubungan antar umat beragama didasarkan pada prinsip persaudaraan yang baik, bekerjasama untuk menghadapi musuh dan membela golongan yang menderita.
Prinsip mengenai toleransi antar umat beragama yaitu:
1. tidak boleh ada paksaan dalam beragama baik paksaan itu berupa halus maupun dilakukan secara kasar;
2. manusia berhak untuk memilih dan memeluk agama yang diyakininya dan beribadat menurut keyakinan itu;
3. tidak akan berguna memaksa seseorang agar mengikuti suatu keyakinan tertentu ; dan
4. Tuhan Yang Maha Esa tidak melarang hidup bermasyarakat dengan yang tidak sefaham atau tidak seagama, dengan harapan menghindari sikap saling bermusuhan.
Bentuk toleransi yang harus ditegakkan yaitu:
1. Toleransi Agama
Toleransi agama adalah toleransi yang menyangkut keyakinan yang berhubungan dengan akidah yaitu sikap lapang dada untuk memberi kesempatan pemeluk agama selain Islam beribadah menurut ketentuan agama yang diyakininya
2. Toleransi Sosial.
Sedangkan, toleransi sosial berorientasi terhadap toleransi kemasyarakatan. Dalam masyarakat yang beragam karena perbedaan agama dianjurkan untuk menegakkan kedamaian dan melakukan kerjasama dengan orang-orang yang berlainan agama dalam batas-batas yang telah ditentukan.
Masing-masing agama seharusnya berusaha keras untuk mengisi pemahaman dan kegiatannya dengan hal-hal yang mendorong hubungan saling bekerjasama untuk semua orang sikap toleransi antar umat beragama yang dapat menerima kehadiran agama lain dengan segala kegiatannya. Bahkan untuk memberikan suasana yang baik, penerimaan itu diimbangi dengan terjadinya pergaulan antar umat beragama. Secara normatif nilai-nilai dasar yang menjadi landasan terbentuknya toleransi antar umat beragama adalah sebagai berikut: Pertama adalah nilai agama yang bersumber dari ajaran yang terdapat pada masingmasing agama baik itu Islam maupun Kristen yang menjelaskan tentang pentingnya sikap toleransi antar umat beragama. Seperti ajaran agama Kristen yang berlandaskan pada hukum kasih yang berbunyi: (1) kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, (2) kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Bahkan terhadap musuh pun harus saling mengasihi. Karena dengan mengembangkan sikap saling mengasihi maka akan menjadi anak-anak bapamu yang disurga. Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak Sarji S.TH (50 tahun) selaku Pendeta agama Kristen bahwa kasih sayang itu tidak hanya tercurahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi juga mangasihi terhadap sesama manusia, semua ciptaan Tuhan baik itu binatang, tumbuhan, tanah, air, batuan dan bahkan terhadap musuh harus mengasihi ( Matius 5: 44-45). Dengan terwujudnya ajaran cinta kasih maka akan menciptakan kerukunan hidup dengan tidak memandang perbedaan latar belakang agama, budaya maupun sosial.
Jadi dalam ajaran agama Kristen telah mengatur toleransi dengan cara mengasihi Tuhan, sesama manusia dan bahkan musuh. Kasih kepada Tuhan dengan totalitas diri baik jiwa maupun raga. Kasih kepada sesama seperti mencintai diri sendiri dan tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan latar budaya. Sementara kasih kepada musuh dengan cara mendoakan agar kembali kepada jalan yang lurus. Ajaran agama Kristen juga percaya bahwa semua agama itu mengajarkan tentang kebaikan, keluhuran budi dan kerukunan antar umat beragama.
Pada ajaran agama Islam pun telah mengatur tentang toleransi antar umat beragama. Seperti yang terdapat pada surat Al Kafirun ayat 6 yang berbunyi “Lakum Diinukum Waliyaddin” yang artinya untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. Prinsip Islam mengenai toleransi adalah tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memeluk agama lain dan atau meninggalkan ajaran agamanya, dan setiap orang berhak untuk beribadat menurut ketentuan agamanya masingmasing. Selain itu, ajaran agama Islam selalu mengingatkan manusia bahwa seluruh umat manusia diciptakan Allah berbeda-beda, karena dijadikan oleh-Nya berbangsa-bangsa dan bersukusuku. Semua itu tidak lain agar manusia saling mengenal dan saling menghormati. Manusia juga dianjurkan untuk beramal saleh terhadap siapapun agar mendapat pengampunan dan barokah. Kedua adalah nilai budaya yang lahir dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang dan telah menjadi tradisi di lingkungan masyarakat tertentu. Misalkan kebiasaan gotong-royong, guyub rukun yang turut mewarnai kehidupan manusia. Masyarakat Dusun Segaran tetap mempertahankan budaya gotongroyong dan guyub rukun sebagai wujud kebutuhan bersama dan sekaligus nilai yang membangun sikap kebersamaan di tengah-tengah perbedaan agama. Nilai budaya gotong-royong tidak memandang manusia berdasarkan agama, ras dan pangkat, melainkan memiliki kedudukan yang setara.
Dalam Islam tidak mengenal adanya perbedaan-perbedaan golongan atau kasta atau perbedaan berdasarkan jumlah golongan (mayoritas dan minoritas). Yang menjadi peran penting dalam Islam adalah persatuan dan kedamaian. Dalam hal ini sudah tercermin di Indonesia yang ditunjukkan oleh Pancasila sila ketiga. Jika ada perbedaan maka tetap harus berlandaskan persatuan tersebut terlepas dari jumlah anggota. Sebagai umat Islam sebaiknya kita tetap menjaga pemahaman tentang mayoritas dan minoritas sesuai dengan ajaran Islam.
Tags:
Politik Islam