Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara: Mahkamah Konstitusi Sebagai Wasit Konstitusi
Dalam sistem pemerintahan Indonesia yang berdasarkan UUD 1945, pembagian kekuasaan merupakan prinsip dasar yang menjamin jalannya demokrasi secara seimbang. Namun, dalam praktik ketatanegaraan, sering kali terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara yang memiliki kedudukan sejajar. Benturan ini bisa menyebabkan ketegangan antar institusi, bahkan menimbulkan krisis konstitusional jika tidak ditangani secara tepat. Di sinilah Mahkamah Konstitusi (MK) hadir sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan konflik secara adil dan konstitusional.
Apa Itu Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara?
Secara yuridis, sengketa kewenangan antar lembaga negara adalah perselisihan yang muncul karena adanya klaim kewenangan konstitusional yang tumpang tindih antara dua atau lebih lembaga negara yang kedudukannya ditentukan oleh UUD 1945. Sengketa ini bukan sekadar perbedaan pendapat, tetapi konflik nyata yang memerlukan penyelesaian hukum.
Baca Juga:https://www.mahasiswahukum.site/2025/07/penafsiran-konstitusi-oleh-hakim.html
Menurut Mahkamah Konstitusi, ada dua syarat penting agar suatu konflik bisa dikategorikan sebagai sengketa kewenangan konstitusional:
-
Konflik terjadi antar lembaga negara yang diberi kewenangan secara eksplisit oleh UUD 1945.
-
Sengketa yang terjadi harus bersifat aktual, bukan hanya potensi atau asumsi konflik di masa depan.
Lembaga Apa Saja yang Bisa Terlibat dalam Sengketa Ini?
Sengketa kewenangan hanya berlaku jika melibatkan lembaga tinggi negara yang diatur secara eksplisit dalam konstitusi. Beberapa di antaranya meliputi:
-
Presiden dan Wakil Presiden
-
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
-
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
-
Mahkamah Agung (MA)
-
Mahkamah Konstitusi (MK)
-
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
-
Komisi Yudisial (KY)
-
Komisi-komisi independen, seperti KPK atau KPU, jika memiliki dasar konstitusional yang kuat
Misalnya, jika DPR merasa DPD melanggar kewenangannya dalam proses legislasi, maka DPR bisa mengajukan sengketa kewenangan ke MK.
Baca Juga: https://www.mahasiswahukum.site/2025/07/netralitas-mk-sebagai-penjaga-konstitusi.html
Peran Mahkamah Konstitusi dalam Menyelesaikan Sengketa
Peran MK sebagai penyelesai sengketa kewenangan antar lembaga negara diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan lebih lanjut diatur dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Prosedur penyelesaian sengketa dilakukan melalui mekanisme pengajuan permohonan oleh salah satu pihak yang bersengketa. Prosesnya meliputi:
-
Pengajuan Permohonan TertulisLembaga yang merasa hak dan kewenangannya dilanggar harus mengajukan permohonan resmi ke MK.
-
Penjabaran Kewenangan yang DilanggarPemohon harus menjelaskan secara detail kewenangan konstitusional apa yang dilanggar dan bagaimana bentuk pelanggarannya.
-
Pemeriksaan dan Persidangan TerbukaMK akan menggelar sidang terbuka untuk mendengarkan argumen, bukti, dan saksi dari kedua belah pihak.
-
Putusan Final dan MengikatKeputusan MK bersifat final dan mengikat, artinya tidak bisa diajukan banding atau kasasi.
Contoh Sengketa yang Pernah Terjadi
Salah satu kasus terkenal adalah sengketa antara DPR dan DPD terkait kewenangan dalam proses pembentukan undang-undang. DPD mengklaim memiliki hak legislasi yang lebih besar daripada yang diberikan dalam praktik, sementara DPR berpegang pada otoritas mayoritasnya. Kasus ini membawa perdebatan panjang yang akhirnya diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
Kasus lainnya pernah terjadi antara KPK dan Polri, di mana keduanya berselisih soal kewenangan penyidikan dalam kasus tertentu. Meskipun KPK bukan lembaga yang secara eksplisit diatur dalam UUD 1945, perannya yang strategis membuat MK tetap mempertimbangkan posisinya dalam sistem ketatanegaraan.
Mengapa Mekanisme Ini Penting?
Penyelesaian sengketa kewenangan oleh MK menjadi sangat penting karena:
-
Menjaga stabilitas politik dan hukum antar lembaga.
-
Mencegah konflik berkepanjangan yang bisa merusak tatanan negara.
-
Menegakkan prinsip supremasi konstitusi, bahwa semua kekuasaan tunduk pada hukum dasar negara.
Tanpa mekanisme penyelesaian ini, potensi konflik bisa berlarut-larut, menyebabkan kebuntuan administratif, bahkan memicu krisis ketatanegaraan.
Kesimpulan: MK sebagai Penjaga Harmoni Lembaga Negara
Mahkamah Konstitusi bukan hanya penjaga konstitusi, tetapi juga penjaga harmoni antar lembaga negara. Wewenangnya dalam menyelesaikan sengketa kewenangan menjadi jaminan bahwa sistem pemerintahan Indonesia berjalan secara seimbang, adil, dan konstitusional. Keputusan final MK tidak hanya menyelesaikan konflik, tetapi juga menjadi preseden hukum untuk mencegah sengketa serupa di masa depan.
Dalam konteks negara hukum, penyelesaian sengketa antar lembaga tidak boleh diselesaikan dengan tekanan politik atau kompromi kekuasaan, tetapi dengan hukum sebagai panglima. Mahkamah Konstitusi hadir untuk memastikan hal itu.